UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR TAHUN
TENTANG
WAKAF
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa wakaf sebagai lembaga keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi perlu dikelola secara efektif dan efisien untuk kepentingan ibadah dan memajukan kesejahteraan umum;
b. bahwa wakaf merupakan perbuatan hukum yang telah lama hidup dan dilaksanakan dalam masyarakat, yang pengaturannya belum lengkap serta masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, dipandang perlu membentuk Undang-undang tentang Wakaf.
Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 29, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan persetujuan bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG WAKAF
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan sebagian benda miliknya, untuk dimanfaatkan selamanya atau dalam jangka waktu tertentu sesuai kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
2. Wakif adalah pihak yang mewakafkan benda miliknya.
3. Ikrar Wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan kepada Nazhir untuk mewakafkan benda miliknya.
4. Nazhir adalah pihak yang menerima benda wakaf dari Wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
5. Benda Wakaf adalah benda yang diwakafkan oleh Wakif yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah.
6. Pemerintah adalah Perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden beserta para Menteri.
7. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf yang selanjutnya disebut PPAIW adalah Pejabat berwenang yang ditetapkan oleh Menteri untuk membuat Akta Ikrar Wakaf.
8. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang Agama.
BAB II
DASAR-DASAR WAKAF
Bagian Pertama
Umum
Pasal 2
Wakaf sah apabila dilaksanakan menurut Syariah.
Pasal 3
Benda wakaf yang telah diwakafkan tidak dapat dibatalkan perwakafannya.
Bagian Kedua
Tujuan dan Fungsi Wakaf
Pasal 4
Wakaf bertujuan mengekalkan manfaat benda wakaf sesuai dengan fungsinya.
Pasal 5
Wakaf berfungsi meningkatkan potensi dan manfaat ekonomi benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan memajukan kesejahteraan umum.
Bagian Ketiga
Rukun Wakaf
Pasal 6
Wakaf dilaksanakan sesuai dengan rukun wakaf sebagai berikut :
a. Wakif;
b. Nazhir;
c. Benda wakaf;
d. Ikrar wakaf;
e. Peruntukan benda wakaf.
Bagian Keempat
Wakif
Pasal 7
Wakif meliputi :
a. perorangan, baik warga negara Indonesia atau warga negara asing;
b. organisasi;
c. badan hukum Indonesia; atau
d. badan hukum asing.
Pasal 8
(1) Wakaf oleh wakif perorangan hanya dapat dilakukan apabila wakif perorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a memenuhi persyaratan :
a. beragama Islam;
b. dewasa;
c. berakal sehat; dan
d. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
(2) Wakaf oleh wakif organisasi hanya dapat dilakukan apabila wakif organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b memenuhi persyaratan adanya keputusan organisasi untuk mewakafkan benda wakaf miliknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam organisasi yang bersangkutan.
(3) Wakaf oleh Wakif badan hukum hanya dapat dilakukan apabila wakif badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c dan huruf d memenuhi persyaratan adanya keputusan badan hukum untuk mewakafkan benda wakaf miliknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam badan hokum yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kelima
Nazhir
Pasal 9
Nazhir meliputi :
a. perorangan;
b. organisasi; atau
c. badan hukum.
Pasal 10
(1) Perorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan :
a. Warga Negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. dewasa;
d. sehat jasmani dan rohani; dan
e. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
(2) Organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan :
a. pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan Nazhir perorangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1); dan
b. organisasi yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.
(3) Badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan :
a. badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
b. badan hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.
Pasal 11
Nazhir mempunyai tugas :
a. melakukan pengadministrasian benda wakaf;
b. mengelola dan mengembangkan benda wakaf sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf;
c. mengawasi dan melindungi benda wakaf;
d. melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 12
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Nazhir dapat menerima fasilitas dan/atau penghasilan atas hasil pengelolaan dan pengembangan benda wakaf yang besarnya tidak melebihi 10 % (sepuluh persen).
Pasal 13
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Nazhir memperoleh pembinaan dari Pemerintah dan Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 14
(1) Dalam rangka pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Nazhir harus terdaftar pada Pemerintah.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pendaftaran Nazhir sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam
Benda Wakaf
Pasal 15
Benda wakaf hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai oleh Wakif secara sempurna.
Pasal 16
(1) Benda wakaf terdiri dari :
a. benda tidak bergerak; dan
b. benda bergerak,
(2) Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a meliputi :
a. tanah yang di dalamnya dilekati oleh hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. bangunan atau bagian dari bangunan;
c. tanaman dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah;
d. Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun di atas tanah hak milik;
e. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Benda bergerak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, meliputi :
a. uang;
b. logam mulia;
c. surat berharga;
d. kendaraan;
e. hak atas kekayaan intelektual;
f. hak sewa; dan
g. benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Ketujuh
Ikrar Wakaf
Pasal 17
(1) Ikrar wakaf dilaksanakan oleh Wakif kepada Nazhir dihadapan PPAIW yang disaksikan oleh 2 (dua) orang Saksi.
(2) Ikrar Wakaf dinyatakan secara lisan.
Pasal 18
Dalam hal Wakif tidak dapat menyatakan ikrar wakaf secara lisan atau tidak dapat hadir dalam pelaksanaan ikrar wakaf karena alasan yang dibenarkan oleh hukum, Wakif dapat menunjuk kuasanya.
Pasal 19
Untuk dapat melaksanakan ikrar wakaf, wakif atau kuasanya menyerahkan surat-surat dan/atau bukti-bukti kepemilikan atas benda wakaf kepada PPAIW.
Pasal 20
Saksi dalam ikrar wakaf harus memenuhi persyaratan :
a. dewasa;
b. beragama Islam;
c. berakal sehat;
d. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
Pasal 21
(1) Ikrar wakaf dituangkan dalam Akta Ikrar Wakaf.
(2) Akta ikrar wakaf sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya memuat :
a. nama Wakif;
b. nama Nazhir;
c. data dan keterangan benda wakaf;
d. peruntukan benda wakaf.
(3) Ketentuan mengenai bentuk, isi, dan tata cara pembuatan akta ikrar wakaf sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedelapan
Peruntukan Benda Wakaf
Pasal 22
Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, benda wakaf hanya dapat diperuntukan untuk :
a. memfasilitasi sarana ibadah;
b. memfasilitasi sarana pendidikan dan kesehatan;
c. membantu fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa; dan/atau
d. tujuan memajukan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 23
(1) Penetapan peruntukan benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dilakukan oleh Wakif dalam pelaksanaan ikrar wakaf.
(2) Dalam hal Wakif tidak menetapkan peruntukan benda wakaf, Nazhir dapat menetapkan peruntukan benda wakaf yang dilakukan dengan memperhatikan tujuan dan fungsi wakaf.
Bagian Kesembilan
Wakaf Dengan Wasiat
Pasal 24
Wakaf dengan wasiat baik secara lisan maupun secara tertulis hanya dapat dilakukan apabila disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.
Pasal 25
Benda wakaf yang diwakafkan dengan wasiat paling banyak 1/3 (satu pertiga) dari jumlah harta warisan setelah dikurangi dengan hutang pewasiat.
Pasal 26
(1) Wakaf dengan wasiat dilaksanakan oleh penerima wasiat setelah pewasiat yang bersangkutan meninggal dunia.
(2) Penerima wasiat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertindak sebagai kuasa wakif.
(3) Wakaf dengan wasiat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan tata cara perwakafan yang diatur dalam Undang-undang ini.
Pasal 27
Dalam hal wakaf dengan wasiat tidak dilaksanakan oleh penerima wasiat, maka atas permintaan pihak yang berkepentingan, pengadilan dapat memerintahkan penerima wasiat yang bersangkutan untuk melaksanakan wasiat.
Bagian Kesepuluh
Wakaf Benda Bergerak Berupa Uang
Pasal 28
Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh Menteri.
Pasal 29
(1) Wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dilaksanakan oleh Wakif dengan pernyataan kehendak Wakif yang dilakukan secara tertulis.
(2) Wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang.
(3) Sertifikat wakaf uang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan oleh lembaga keuangan syariah kepada Wakif dan Nazhir sebagai bukti penyerahan benda wakaf.
Pasal 30
Lembaga keuangan syariah atas nama Nazhir mendaftarkan benda wakaf berupa uang kepada Pemerintah selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterbitkannya Sertifikat Wakaf Uang yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan tata cara pendaftaran benda wakaf yang diatur dalam Undang-undang ini.
Pasal 31
Ketentuan mengenai wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 30 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB III
PENDAFTARAN DAN PENGUMUMAN
BENDA WAKAF
Pasal 32
PPAIW atas nama Nazhir mendaftarkan benda wakaf kepada Pemerintah selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak akta ikrar wakaf ditandatangani.
Pasal 33
(1) Dalam pendaftaran benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, PPAIW menyerahkan :
a. salinan akta ikrar wakaf;
b. surat-surat dan/atau bukti-bukti kepemilikan dan dokumen terkait lainnya.
(2) Dalam hal pendaftaran wakaf uang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 34
Pemerintah menerbitkan bukti pendaftaran benda wakaf.
Pasal 35
Bukti pendaftaran benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 disampaikan oleh PPAIW kepada Nazhir.
Pasal 36
Dalam hal benda wakaf ditukar atau diubah peruntukannya, Nazhir melalui PPAIW mendaftarkan kembali kepada Pemerintah benda wakaf yang ditukar atau diubah peruntukannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam tata cara pendaftaran benda wakaf.
Pasal 37
Pemerintah mengadministrasikan pendaftaran benda wakaf.
Pasal 38
Pemerintah mengumumkan benda wakaf yang telah terdaftar kepada masyarakat.
Pasal 39
Ketentuan mengenai tata cara pendaftaran dan pengumuman benda wakaf diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IV
PERUBAHAN STATUS BENDA WAKAF
Pasal 40
Benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang :
a. dijadikan jaminan;
b. disita;
c. dihibahkan;
d. dijual;
e. diwariskan;
f. ditukar; atau
g. dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.
Pasal 41
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf f, dikecualikan apabila benda wakaf yang telah diwakafkan digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan syariah.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin tertulis dari Menteri dan persetujuan Badan Wakaf Indonesia.
(3) Benda wakaf yang sudah diubah statusnya karena ketentuan pengecualian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib ditukar dengan benda wakaf yang sama dengan nilai tukar sekurang-kurangnya sama dengan nilai benda wakaf semula.
(4) Ketentuan mengenai perubahan status benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN
BENDA WAKAF
Pasal 42
Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan benda wakaf sesuai dengan peruntukannya.
Pasal 43
(1) Pengelolaan dan pengembangan benda wakaf oleh Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dilaksanakan sesuai dengan prinsip syariah.
(2) Dalam hal pengelolaan dan pengembangan benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara produktif, pengelolaan, dan pengembangan benda wakaf yang bersangkutan dilaksanakan dengan menggunakan lembaga penjamin syariah.
Pasal 44
(1) Dalam mengelola dan mengembangkan benda wakaf, Nazhir dilarang melakukan perubahan peruntukan benda wakaf kecuali atas dasar izin tertulis dari Menteri.
(2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hanya dapat diberikan apabila benda wakaf ternyata tidak dapat dipergunakan sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf serta telah mendapat persetujuan Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 45
(1) Dalam mengelola dan mengembangkan benda wakaf, Nazhir diberhentikan dan diganti dengan Nazhir lain apabila Nazhir yang bersangkutan :
a. meninggal dunia, untuk Nazhir perorangan;
b. bubar atau dibubarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk Nazhir organisasi atau Nazhir badan hukum;
c. atas permintaan sendiri;
d. tidak melaksanakan tugasnya sebagai Nazhir dan/atau melanggar ketentuan larangan dalam pengelolaan dan pengembangan benda wakaf sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. dijatuhi hukuman pidana oleh Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
(2) Pemberhentian dan penggantian Nazhir dengan Nazhir lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh PPAIW atas saran dan pertimbangan Majelis Ulama Indonesia.
(3) Pengelolaan dan pengembangan benda wakaf yang dilakukan oleh Nazhir lain karena pemberhentian dan penggantian Nazhir, dilakukan dengan tetap memperhatikan peruntukan benda wakaf yang ditetapkan dan tujuan serta fungsi wakaf.
Pasal 46
Ketentuan mengenai pengelolaan dan pengembangan benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 45, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
BADAN WAKAF INDONESIA
Bagian Pertama
Kedudukan dan Tugas
Pasal 47
(1) Dalam rangka memajukan dan mengembangkan perwakafan nasional, dibentuk Badan Wakaf Indonesia.
(2) Badan Wakaf Indonesia merupakan lembaga independen dalam melaksanakan tugasnya.
Pasal 48
Badan Wakaf Indonesia berkedudukan di ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 49
(1) Badan Wakaf Indonesia mempunyai tugas :
a. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Nazhir dalam mengelola dan mengembangkan benda wakaf;
b. melakukan pengelolaan dan pengembangan benda wakaf berskala internasional;
c. memberikan persetujuan atas perubahan peruntukan dan status benda wakaf;
d. memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Badan Wakaf Indonesia dapat bekerjasama dengan instansi Pemerintah baik Pusat maupun Daerah, organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional, dan pihak-pihak lain yang dipandang perlu.
Pasal 50
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, Badan Wakaf Indonesia memperhatikan saran dan pertimbangan Pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia.
Bagian Kedua
Organisasi
Pasal 51
(1) Badan Wakaf Indonesia terdiri dari Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan.
(2) Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan unsur pelaksana tugas Badan Wakaf Indonesia.
(3) Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan unsur pengawas pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 52
(1) Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan Badan Wakaf Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, masing-masing dipimpin oleh seorang Ketua yang dipilih sendiri oleh para anggota.
(2) Susunan keanggotaan masing-masing Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan Badan Wakaf Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sendiri oleh para anggota.
Bagian Ketiga
Anggota
Pasal 53
Jumlah anggota Badan Wakaf Indonesia terdiri dari sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang dan sebanyak-banyaknya 30 (tiga puluh) orang yang berasal dari unsur masyarakat.
Pasal 54
(1) Untuk dapat diangkat menjadi anggota Badan Wakaf Indonesia, setiap calon anggota harus memenuhi persyaratan :
a. Warga Negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. memiliki pengetahuan, kemampuan, dan pengalaman di bidang perwakafan dan/atau ekonomi khususnya di bidang ekonomi syariah; dan
d. mempunyai komitmen yang tinggi untuk mengembang-kan perwakafan nasional.
(2) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ketentuan mengenai persyaratan lain untuk menjadi anggota Badan Wakaf Indonesia ditetapkan oleh Badan Wakaf Indonesia.
Bagian Keempat
Pengangkatan dan Pemberhentian
Pasal 55
Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Pasal 56
Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diangkat untuk masa jabatan selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Pasal 57
(1) Untuk pertama kali, pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diusulkan kepada Presiden oleh Menteri.
(2) Pengusulan pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf Indonesia kepada Presiden untuk selanjutnya dilaksanakan oleh Badan Wakaf Indonesia.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pemilihan calon keanggotaan Badan Wakaf Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur oleh Badan Wakaf Indonesia, yang pelaksanaannya terbuka untuk umum.
Pasal 58
Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia yang berhenti sebelum berakhirnya masa jabatan diatur oleh Badan Wakaf Indonesia.
Bagian Kelima
Pembiayaan
Pasal 59
(1) Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Badan Wakaf Indonesia.
(2) Dalam rangka pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia, Pemerintah dapat memberikan subsidi.
Bagian Keenam
Ketentuan Pelaksanaan
Pasal 60
Ketentuan mengenai susunan organisasi, tugas, fungsi, persyaratan, dan tata cara pemilihan anggota serta susunan keanggotaan dan tata kerja Badan Wakaf Indonesia diatur lebih lanjut oleh Badan Wakaf Indonesia.
Bagian Ketujuh
Pertanggungjawaban
Pasal 61
(1) Pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia dilakukan melalui audit oleh lembaga audit yang independen.
(2) Hasil audit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diumumkan kepada masyarakat.
BAB VII
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 62
(1) Penyelesaian sengketa perwakafan dapat ditempuh melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
(2) Apabila cara penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berhasil, maka dapat diselesaikan melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan.
BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 63
(1) Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan wakaf untuk mewujudkan tujuan dan fungsi wakaf.
(2) Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah mengikutsertakan Badan Wakaf Indonesia.
(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan memperhatikan saran dan pertimbangan Majelis Ulama Indonesia.
Pasal 64
Dalam rangka pembinaan, Pemerintah dan Badan Wakaf Indonesia dapat melakukan kerja sama dengan organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional dan pihak-pihak lain yang dipandang perlu.
Pasal 65
Dalam pelaksanaan pengawasan, Pemerintah dan Badan Wakaf Indonesia dapat menggunakan Akuntan Publik.
Pasal 66
Ketentuan mengenai bentuk pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintah dan Badan Wakaf Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63, Pasal 64, dan Pasal 65, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
DAN SANKSI ADMINISTRATIF
Bagian Pertama
Ketentuan Pidana
Pasal 67
(1) Barang siapa dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan, menjual, mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 atau tanpa izin menukar benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Barang siapa dengan sengaja mengubah peruntukan benda wakaf tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
(3) Nazhir yang dengan sengaja menggunakan atau mengambil fasilitas atas hasil pengelolaan dan pengembangan benda wakaf melebihi jumlah yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Bagian Kedua
Sanksi Administratif
Pasal 68
(1) Pemerintah dapat mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran tidak didaftarkannya benda wakaf oleh lembaga keuangan syariah dan PPAIW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 32.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa :
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara atau pencabutan izin kegiatan usaha lembaga keuangan syariah;
c. penghentian sementara dari jabatan atau penghentian dari jabatan PPAIW.
d. Ketentuan mengenai pelaksanaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 69
(1) Dengan berlakunya Undang-undang ini, wakaf yang dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum diundangkannya Undang-undang ini, dinyatakan sah sebagai wakaf menurut Undang-undang ini.
(2) Wakaf sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didaftarkan dan diumumkan paling lama 5 (lima) tahun sejak Undang-undang ini diundangkan.
Pasal 70
Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perwakafan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 71
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN … NOMOR ….
P E N J E L A S A N
A T A S
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR TAHUN
TENTANG
WAKAF
I. UMUM
Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 antara lain adalah memajukan kesejahteraan umum. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, perlu diusahakan menggali dan mengembangkan potensi yang terdapat dalam lembaga keagamaan yang memiliki manfaat ekonomi.
Salah satu langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan umum, dipandang perlu meningkatkan peran wakaf sebagai lembaga keagamaan yang tidak hanya bertujuan menyediakan berbagai sarana ibadah dan sosial, melainkan juga memiliki kekuatan ekonomi yang berpotensi antara lain untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga perlu dikembangkan pemanfaatannya sesuai dengan prinsip syariah.
Praktek wakaf yang terjadi dalam kehidupan masyarakat belum sepenuhnya berjalan tertib dan efisien, sehingga dalam berbagai kasus harta wakaf tidak terpelihara sebagaimana mestinya, terlantar atau beralih ke tangan pihak ketiga dengan cara melawan hukum. Keadaan demikian disebabkan tidak hanya karena kelalaian atau ketidakmampuan Nazhir dalam mengelola dan mengembangkan benda wakaf melainkan juga sikap masyarakat yang kurang peduli atau belum memahami status benda wakaf yang seharusnya dilindungi demi untuk kesejahteraan umum sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukan wakaf.
Di samping itu, peraturan perundang-undangan yang mengatur perwakafan atau terkait dengan perwakafan masih belum lengkap dan tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan sehingga perlu diunifikasikan dalam satu undang-undang.
Berdasarkan pertimbangan di atas dan untuk memenuhi kebutuhan hukum dalam rangka pembangunan hukum nasional perlu dibentuk Undang-undang tentang wakaf. Pada dasarnya ketentuan mengenai perwakafan berdasarkan Syariah dan peraturan perundang-undangan dicantumkan kembali dalam Undang-undang ini, namun terdapat pula berbagai pokok pengaturan yang baru antara lain sebagai berikut :
1. Untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf guna melindungi benda wakaf, Undang-undang ini menegaskan bahwa untuk sahnya perbuatan hukum wakaf wajib didaftarkan dan diumumkan yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai wakaf dan harus dilaksanakan. Dengan demikian, Undang-undang ini tidak memisahkan antara wakaf ahli yang pada umumnya pengelolaan dan pemanfaatan benda wakaf terbatas untuk kaum kerabat (ahli waris) dengan wakaf khairi yang dimaksudkan untuk kepentingan masyarakat umum sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf.
2. Ruang lingkup wakaf yang selama ini dipahami secara umum cenderung terbatas pada wakaf benda tidak bergerak seperti tanah dan bangunan, menurut Undang-undang ini Wakif dapat pula mewakafkan sebagian kekayaannya berupa benda wakaf bergerak, baik berwujud atau tidak berwujud yaitu uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual, hak sewa, dan benda bergerak lainnya.
Dalam hal benda bergerak berupa uang, Wakif dapat mewakafkan melalui Lembaga Keuangan Syariah.
Yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan Syariah adalah badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bergerak di bidang keuangan syariah, misalnya badan hukum di bidang perbankan syariah.
Dimungkinkannya wakaf benda bergerak berupa uang melalui Lembaga Keuangan Syariah dimaksudkan agar memudahkan Wakif untuk mewakafkan uang miliknya dan menghindari kemungkinan dari bahaya yang timbul apabila Wakif membawa uang dalam bentuk tunai.
3. Peruntukan benda wakaf tidak semata-mata untuk kepentingan sarana ibadah dan sosial melainkan diarahkan pula untuk memajukan kesejahteraan umum dengan cara meningkatkan potensi dan manfaat ekonomi benda wakaf. Hal ini memungkinkan pengelolaan benda wakaf dapat memasuki wilayah kegiatan ekonomi dalam arti luas sepanjang pengelolaan tersebut sesuai dengan prinsip manajemen dan ekonomi Syariah.
4. Untuk mengamankan benda wakaf dari campur tangan pihak ketiga yang merugikan kepentingan wakaf, perlu meningkatkan kemampuan profesional Nazhir.
5. Selain itu, dalam Undang-undang juga dibentuk Badan Wakaf Indonesia yang merupakan lembaga independen dalam melaksanakan tugas di bidang perwakafan yaitu melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Nazhir, melakukan pengelolaan dan pengembangan benda wakaf berskala internasional, memberikan persetujuan atas perubahan peruntukan dan status benda wakaf, dan memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.
Perlunya Badan Wakaf Indonesia tersebut karena wakaf sebenarnya ada dan tumbuh dalam masyarakat, sehingga harus ada lembaga masyarakat yang tidak ada campur tangan Pemerintah untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan wakaf tersebut.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Yang dimaksud dengan kesejahteraan umum adalah tersedianya sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh masyarakat di tempat benda wakaf berada atau sarana dan prasarana dibiayai dari hasil pengelolaan dan pengembangan benda wakaf sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf.
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 15
Yang dimaksud dengan benda wakaf dimiliki dan dikuasai Wakif secara sempurna adalah benda wakaf secara hukum merupakan milik Wakif dan dalam penguasaan penuh Wakif yang bebas dari segala pembebanan, ikatan, sitaan dan/atau sengketa.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Penyerahan surat-surat atau dokumen kepemilikan atas benda wakaf oleh Wakif atau kuasanya kepada PPAIW dimaksudkan agar diperoleh kepastian keberadaan benda wakaf dan kebenaran adanya hak Wakif atas benda dimaksud.
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam menetapkan peruntukan benda wakaf, Nazhir tetap meminta persetujuan dari Wakif.
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Yang dimaksud dengan Pewasiat adalah orang yang mewasiatkan harta benda miliknya untuk diwakafkan. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam hukum Islam, harta benda yang dapat diwakafkan dengan wasiat paling banyak 1/3 (satu pertiga) dari jumlah harta warisan setelah dikurangi terlebih dahulu dengan hutang Pewasiat apabila yang bersangkutan mempunyai hutang dengan pihak lain yang harus dilunasi dan diselesaikan.
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 27
Yang dimaksud dengan pihak yang berkepentingan adalah antara lain para ahli waris dan saksi.
Pasal 28
Yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan Syariah adalah badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bergerak di bidang keuangan syariah, misalnya badan hukum di bidang perbankan syariah.
Dimungkinkannya wakaf benda bergerak berupa uang melalui Lembaga Keuangan Syariah dimaksudkan agar memudahkan Wakif untuk mewakafkan uang miliknya dan menghindari kemungkinan dari bahaya yang timbul apabila Wakif membawa uang dalam bentuk tunai.
Pasal 29
Ayat (1)
Pernyataan kehendak Wakif secara tertulis tersebut dilakukan kepada Lembaga Keuangan Syariah dimaksud.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Pada prinsipnya, pendaftaran benda wakaf kepada Pemerintah dilakukan agar benda wakaf yang telah diwakafkan tercatat dan dapat diketahui oleh masyarakat sebagai benda wakaf yang merupakan milik umat. Dengan telah terdaftarnya benda wakaf tersebut kepada Pemerintah, maka status kepemilikan benda tersebut telah berubah. Dengan pendaftaran benda wakaf, surat-surat dan/atau bukti-bukti kepemilikan dari benda tersebut akan diberikan status sebagai benda wakaf.
Pendaftaran benda wakaf oleh PPAIW atas nama Nazhir dilakukan dengan surat kuasa.
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 34
Yang dimaksud dengan bukti pendaftaran benda wakaf adalah surat keterangan yang dikeluarkan oleh instansi Pemerintah yang berwenang yang menyatakan benda wakaf telah terdaftar dan tercatat pada negara dengan status sebagai benda wakaf.
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Ayat (1)
Pengelolaan dan pengembangan benda wakaf dilakukan dengan prinsip syariah maksudnya kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan dan pengembangan benda wakaf tersebut dilaksanakan berdasarkan hukum islam. Ciri utama kegiatan ekonomi dengan prinsip syariah adalah larangan riba dalam kegiatan perekonomian.
Kegiatan pengelolaan dan pengembangan benda wakaf yang dilakukan dengan prinsip syariah antara lain dilakukan melalui pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabalah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah).
Ayat (2)
Pengelolaan dan pengembangan benda wakaf dilakukan secara produktif antara lain dengan cara pengumpulan, investasi, penanaman modal, produksi, kemitraan, perdagangan, agrobisnis, pertambangan, perindustrian, pengembangan teknologi, pembangunan gedung, apartemen, rumah susun, pasar swalayan, pertokoan, perkantoran, sarana pendidikan ataupun sarana kesehatan dan usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan syariah.
Yang dimaksud dengan lembaga penjamin syariah adalah badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan penjaminan atas suatu kegiatan usaha yang dapat dilakukan antara lain melalui skim asuransi syariah atau skim lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 44
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pemberhentian dan penggantian Nazhir karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan atas permintaan dari Wakif, namun demikian pelaksanaannya tetap dilakukan atas saran dan pertimbangan dari Majelis Ulama Indonesia.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Ayat (1)
Anggaran Pendapatan dan belanja Badan Wakaf Indonesia dapat berasal dari hak pendapatan Badan Wakaf Indonesia atas pengelolaan dan pengembangan benda wakaf, bantuan, bentuk lain pendapatan yang sah.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 62
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan arbitrase adalah antara lain Badan Arbitrase Syariah.
Yang dimaksud dengan pengadilan adalah Pengadilan Agama atau Mahkamah Syariah.
Pasal 63
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 68
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 69
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR …
‘
No comments:
Post a Comment