Thursday, December 6, 2007

Menikmati Wayang di Melbourne

Nonton wayang? Mungkin kalau di Jakarta gak akan kepikiran untuk sengaja nonton wayang. Yang kepikir pasti jauh, macet dan ninggalin anak2. Tapi di Melbourne rasanya jauh lebih mudah kalau mau menikmatinya. Mudah dijangkau dan family friendly. Tentu saja kesempatan nonton wayang di melbourne gak akan sebanyak di Jakarta apalagi di kota2 besar di Jawa tengah dan timur. Eh di Indonesia aja, cuma punya pengalaman sekali untuk nonton wayang secara langsung. Kalo gak salah, dalam rangka tahun baruan. Kita nonton di senayan rombongan sama sodara: mas Rosyid, Mbak Harni, mas Apang dan Erik. Gak terlalu bisa menikmati. Bejubel begitu dan jauh dari panggung. Mana makanannya mahal2 banget, ih ngetok banget deh para pedagang itu. Jadi yang diinget cuma ketika goro2 aja. Selain itu nguantuk tenan. Wong jam 12 malem, terus goro2nya itu jam 4an. Ih gak manusiawi banget deh waktunya. Ditambah lagi karena gak paham banget bahasa Jawa...! (puantes..). Selain nonton wayang yang tidak berkesan baik itu, saya suka juga ngintip acara wayang di TV. Tapi itupun untuk ngerame-ramein rumah kalo pas begadang sendirian dan gak ada acara lain di TV, hehe.

Nah, kali ini nonton di Melbourne lebih bisa menghayati. Duduk manis dari awal sampai akhir (durasinya cuma 2,5 jam, lebih manusiawi gitu) dan gak ngantuk sama sekali karena pake bahasa inggris yang dicampur jawa dan Indonesia. Lakonnya berjudul Srikandi maguru manah (Srikandi belajar memanah), yang mainin kelompok "Indonesian Community Gamelan", dalangnya Helen Pausacker. Saya kagum sama Helen ini. Dia asisten peneliti di Melbourne uni yang bersahaja (kemana-mana selalu bersepeda) dan baik banget. Walau sudah berumur, dia sekarang seriusin studi phd. Saya pernah lihat aksi Helen main gamelan untuk mengiringi tari topeng Cirebonnya Michael Ewing (Dr bidang bahasa yang juga memimpin sebuah group Gamelan di Melbourne uni). Dan --nah ini yang paling seru-- Helen juga jadi semacam badut untuk sesi "goro-goro"nya.

Kembali ke wayang, perasaan senang skali bisa menikmati salah satu seni budaya Indonesia. Eh, apa karena jauh dari kampung halaman perasaan ini ada? Mungkin iya. Jauh dimana dekat dihati.

Nah, sebelum ngasih sedikit cuplikan pertunjukkan wayang di atas, saya mikir2. Apa ya, hubungan antara nonton wayang dengan filantropi? Bisa aja sih, dikaitin tentang pemberdayaan kesenian Indonesia untuk memperkuat civil society. Eh, jauh banget ya? Yang nyambung langsung sih sebenarnya saya jadi volunteer untuk bantu2 pertunjukan ini. hehe.

Udah ah. Lihat aja deh, cuplikannya. "eee' langit kelap kelip bumi gonjang-ganjing...."


Tuesday, July 3, 2007

Undang-Undang Wakaf No 41 2004

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 41 TAHUN 2004

TENTANG WAKAF
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a) bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi perlu dikelola secara efektif dan efisien untuk kepentingan ibadah dan untuk memaju-kan kesejahteraan umum;
b) bahwa wakaf merupakan perbuatan hukum yang telah lama hidup dan dilaksanakan dalam masyarakat, yang pengaturannya belumlengkap serta masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan;
c) bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, dipandang perlu membentuk Undang-Undang tentang Wakaf.
Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 29, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dengan persetujuan bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG WAKAF

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Daiam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
2. Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.
3. Ikrar W akaf adalah' pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan dan/atau tulisan kepada Nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya.
4. Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari" Wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
5. Harta Benda Wakaf adalah harta benda yang memiiiki daya tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh Wakif.
6. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, selanjutnya disingkat PPAIW, adalah pejabat berwenang yang ditetapkan oleh Menteri untuk membuat akta ikrar wakaf.
7. Badan Wakaf Indonesia adalah lembaga independen untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia.
8. Pemerintah adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden beserta para menteri.
9. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang agama.

BAB II
DASAR-DASAR WAKAF

Bagian Pertama
Umum

Pasal 2
Wakaf sah apabila dilaksanakan menurut syariah.

Pasal 3
Wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat dibatalkan.

Bagian Kedua
Tujuan dan Fungsi Wakaf

Pasal 4
Wakaf bertujuan memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya.

Pasal 5
Wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

Bagian Ketiga
Unsur Wakaf

Pasal 6
Wakaf dilaksanakan dengan memenuhi unsur wakaf sebagai berikut:
a. Wakif;
b. Nazhir;
c. Harta Benda Wakaf;
d. Ikrar Wakaf;
e. peruntukan harta benda wakaf;
f. jangka waktu wakaf.

Bagian Keempat
Wakif

Pasal 7
Wakif meliputi: a. perseorangan; b. organisasi; c. badan hukum.

Pasal 8
(1) Wakif perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi persyaratan:
a. dewasa;
b. berakal sehat;
c. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum; dan
d. pemilik sah harta benda wakaf.
(2) Wakif organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan organisasi untuk mewakafkan harta benda wakaf milik organisasi sesuai dengan anggaran dasar organisasi yang bersangkutan.
(3) Wakif badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan badan hukum untuk mewakafkan harta benda wakaf milik badan hukum sesuai dengan anggaran dasar badan hukurri yang bersangkutan.

Bagian Kelima
Nazhir

Pasal 9
Nazhir meliputi:
a. perseorangan;
b. organisasi; atau
c. badan hukum.
Pasal 10
(1) Perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan:
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. dewasa;
d. amanah;
e. mampu secara jasmani dan rohani; dan
f. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
(2) Organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan:
a. pengurus organises! yang bersangkutanmemenuhi persyaiatan nazhirperseorangan sebagaimana dimaksudpadaayat (1); dan
b. organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan/atau keagamaan Islam.
(3) Badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan:
a. pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
b. badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
c. badan hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.

Pasal 11
Nazhir mempunyai tugas:
a. melakukan pengadministrasian harta benda wakaf;
b. mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya;
c. mengawasi dan melindungi harta benda wakaf;
d. melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.

Pasal 12
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Nazhir dapat menerima imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang besarnya tidak melebihi 10% (sepuluh persen).

Pasal 13
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Nazhir memperoleh pembinaan dari Menteri dan Badan Wakaf Indonesia.


Pasal 14
(1) Dalam rangka pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Nazhir harus terdaftar pada Menteri dan Badan Wakaf Indonesia.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 11, dan Pasal 14 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keenam
Harta Benda Wakaf

Pasal 15
Harta benda wakaf hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai oleh Wakif secara sah.
Pasal 16
(1) Harta benda wakaf terdiri dari:
a. benda tidak bergerak; dan
b. benda bergerak.

(2) Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar;
bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana dimaksud pada huruf a;
tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang beriaku.
(3) Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi:
uang;
logam mulia;
surat berharga;
kendaraan;
hak atas kekayaan intelektual;
hak sewa; dan
benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Ketujuh
Ikrar Wakaf

Pasal 17
(1) Ikrar wakaf dilaksanakan oleh Wakif kepada Nadzir di hadapan PPAIW dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi.
(2) Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara lisan dan/atau tulisan serta dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW.

Pasal 18
Dalam hal Wakif tidak dapat menyatakan ikrar wakaf secara lisan atau tidak dapat nadir dalam pelaksanaan ikrar wakaf karena alasan yang dibenarkan oleh hukum, Wakif dapat menunjuk kuasanya dengan surat kuasa yang diperkuat oleh 2 (dua) orang saksi.

Pasal 19
Untuk dapat melaksanakan ikrar wakaf, wakif atau kuasanya menyerahkan surat dan/atau bukti kepemilikan atas harta benda wakaf kepada PPAIW.

Pasal 20
Saksi dalam ikrar wakaf harus memenuhi persyaratan:
a. dewasa;
b. beragama Islam;
c. berakal sehat;
d. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.

Pasal 21
(1) Ikrar wakaf dituangkan dalam akta ikrar wakaf.
(2) Akta ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. nama dan identitas Wakif;
b. nama dan identitas Nazhir;
c. data dan keterangan harta benda wakaf;
d. peruntukan harta benda wakaf;
e. jangka waktu wakaf.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai akta ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedelapan
Peruntukan Harta Benda Wakaf

Pasal 22
Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda wakaf hanya dapat diperuntukan bagi:
a. sarana dan kegiatan ibadah;
b. sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan;
c. bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa;
d. kemajuan dan peningkatan ekonorni umat; dan/atau
e. kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-undangan.

Pasal 23
(1) Penetapan peruntukan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dilakukan oleh Wakif pada pelaksanaan ikrar wakaf.
(2) Dalam hal Wakif tidak menetapkan peruntukan harta benda wakaf, Nazhir dapat menetapkan peruntukan harta benda wakaf yang dilakukan sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf.

Bagian Kesembilan
Wakaf dengan Wasiat

Pasal 24
Wakaf dengan wasiat baik secara lisan maupun secara tertulis hanya dapat dilakukan apabila disaksikan oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.

Pasal 25
Harta tenda wakaf yang diwakafkan dengan wasiat paling banyak.1/3 (satujertiga) dari jumlah harta warisan setelah dikurangi dengan utang pewasiat, kecuali dengan persetujuan seluruh ahli waris.

Pasal 26
(1) Wakaf dengan wasiat dilaksanakan oleh penerima wasiat setelah pewasiat yang bersangkutan meninggal dunia.
(2) Penerima wasiat sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) bertindak sebagai kuasa wakif.
(3) Wakaf dengan wasiat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan tata cara perwakafan yang diatur dalam undang-undang ini.

Pasal 27
Dalam hal wakaf dengan wasiat tidak dilaksanakan oleh penerima wasiat, atas permintaan pihak yang berkepentingan, pengadilan dapatmemerintahkan penerima wasiat yang bersangkutan untuk melaksanakan wasiat.

Bagian Kesepuluh
Wakaf Benda Bergerak Berupa Uang

Pasal 28
Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh Menteri.

Pasal 29
(1) Wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dilaksanakan oleh Wakif dengan pernyataan kehendak Wakif yang dilakukan secara tertulis.
(2) Wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang.
(3) Sertifikat wakaf uang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dan disampaikan oleh lembaga keuangan syariah kepada Wakif dan Nazhir~sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf. •.

Pasal 30
Lembaga keuangan syariah atas nama Nazhir meridaftarkan harta benda wakaf berupa uang kepada Menteri selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkannya Sertifikat WakafTJang.
Pasal 31
Ketentuan lebih lanjut mengenai wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 30 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB III
PENDAFTARAN DAN PENGUMUMAN HARTA BENDA WAKAF

Pasal 32
PPAIW atas nama Nazhir mendaftarkan harta ' benda wakaf kepada Instansi yang berwenang paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak akta ikrar wakaf ditandatangani.

Pasal 33
Dalam pendaftaran harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, PPAIW menyerahkan:
a. salinan akta ikrar wakaf;
b. surat-surat dan/atau bukti-bukti kepemilikan dan dokumen terkait lainnya.

Pasal 34
Instansi yang berwenang menerbitkan bukti
pendaftaran harta benda wakaf.
Pasal 35
Bukti pendaftaran harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 disampaikan oleh PPAIW kepada Nazhir.

Pasal 36
Dalam hal harta benda wakaf ditukar atau diubah peruntukannya, Nazhir melalui PPAIW mendaftarkan kembali kepada Instansi yang berwenang dan Badan Wakaf Indonesia atas harta benda wakaf yang ditukar atau diubah peruntukannya itu sesuai dengan ketentuan" yang berlaku dalam tata cara pendaftaran harta benda wakaf.

Pasal 37
Menteri dan Badan Wakaf Indonesia mengadministrasikan pendaftaran harta benda wakaf.

Pasal 38
Menteri dan Badan Wakaf Indonesia mengumumkan kepada masyarakat harta benda wakaf yang telah terdaftar.
Pasal 39
Ketentuan lebih lanjut mengenai PPAIW, tata cara pendaftaran dan pengumuman harta benda wakaf diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IV
PERUBAHAN STATUS HARTA BENDA WAKAF

Pasal 40
Harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang :
a. dijadikan jaminan;
b. disita;
c. dihibahkan;
d. dijual;
e. diwariskan;
f. ditukar; atau
g. dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.

Pasal 41
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf f dikecualikan apabila harta benda wakaf yang telah diwakafkan digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana umum tata ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan syariah.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin tertulis dari Menteri atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia.
(3) Harta benda wakaf yang sudah diubah statusnya karena ketentuan pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditukar dengan harta benda yang manfaat dan nilai tukar sekurang-kurangnya sama dengan harta benda wakaf semula.
(4) Kelentuan mengenai perubahan status harta benda wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BABV
PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN HARTA BENDA WAKAF

Pasal 42
Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya.

Pasal 43
(1) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf oleh Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dilaksanakan sesuai dengan prinsip syariah.
(2) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara produktif.
(3) Dalam hal Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dimaksud pada ayat (1) diperlukan penjamin, maka digunakan lembaga penjamin syariah.

Pasal 44
(1) Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, Nazhir dilarang melakukan perubahan peruntukan harta benda wakaf kecuali atas dasar izin tertulis daji Badan Wakaf Indonesia.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan apabila harta benda wakaf ternyata tidak dapat dipergunakan sesuai dengan peruntukan yang dinyatakan dalam ikrar wakaf.

Pasal 45
(1) Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, Nazhir diberhentikan dan diganti dengan Nazhir lain apabila Nazhir yang bersangkutan:
a. meninggal dunia bagi Nazhir perseorangan;
b. bubar atau dibubarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk Nazhir o rganisasi a tau Nazhir badan hukum;
c. atas permintaan sendiri;
d. tidak melaksanakan tugasnya sebagai Nazhir dan/atau melanggar ketentuan larangan dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e. dijatuhi hukuman pidana oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(2) Pemberhentian dan penggantian Nazhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Badan Wakaf Indonesia .
(3) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dilakukan oleh Nazhir lain karena pemberhentian dan penggantian Nazhir, dilakukan dengan tetap memperhatikan peruntukan harta benda wakaf yang ditetapkan dan tujuan serta fungsi wakaf.

Pasal 46
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 45 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
BADAN WAKAF INDONESIA

Bagian Pertama
Kedudukan dan Tugas
Pasal 47
(1) Dalam rangka memajukan dan mengembangkan perwakafan nasional, dibentuk Badan Wakaf Indonesia.
(2) Badan Wakaf Indonesia merupakan lembaga independen dalam melaksanakan tugasnya.

Pasal 48
Badan Wakaf Indonesia berkedudukan di ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dapat membentuk perwakilan di Provinsi dan/ atau Kabupaten/Kota sesuai dengan kebutuhan.

Pasal 49
(1) Badan Wakaf Indonesia mempunyai tugas dan wewenang:
a. melakukan pembinaan terhadap Nazhir dalam rriengelola dan mengembangkan harta benda wakaf;
b. melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional;
c. memberikan persetujuan dan/atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf;
d. memberhentikan dan mengganti Nazhir;
e. memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf;
f. memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Badan Wakaf Indonesia dapat bekerjasama dengan instansi Pemerintah baik Pusat maupun Daerah organisasi masyarakat, para ahli, badanj internasional, dan pihak lain yang dipandangj perlu.

Pasal 50
Dalam melaksanakan .tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, Badan Wakaf Indonesia memperhatikan saran dan pertimbangan Menteri dan Majelis Ulama Indonesia.

Bagian Kedua
Organisasi

Pasal 51
(1) Badan Wakaf Indonesia terdiri atas Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan.
(2) Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan unsur pelaksana tugas Badan Wakaf Indonesia.
(3) Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan unsur pengawas pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia.

Pasal 52
(1) Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan Badan Wakaf Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, masing-masing dipimpin oleh 1 (satu) orang Ketua dan 2 (dua) orang Wakil Ketua yang dipilih dari dan oleh para anggota.
(2) Susunan keanggotaan masing-masing Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan Badan Wakaf Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh para anggota.

Bagian Ketiga
Anggota

Pasal 53
*Jumlah anggota Badan Wakaf Indonesia terdiri dari paling sedikit 20 (dua puluh) orang dan paling banyak 30 (tiga puluh) orang yang berasal dari unsur masyarakat.

Pasal 54
(1) Untuk dapat diangkat menjadi anggota Badan Wakaf Indonesia, setiap calon anggota harus memenuhi persyaratan:
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. dewasa;
d. amanah;
e. mampu secara jasmani dan rohani;
f. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum;
g. memiliki pengetahuan, kemampuan, dan/atau pengalaman di bidang perwakafan dan/atau ekcnomi, khususnya di bidang ekonomi syariah; dan
h. mempunyai komitmen yang tinggi untuk mengembangkan perwakafan nasional.
(2) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan mengenai persyaratan lain untuk menjadi anggota Badan Wakaf Indonesia ditetapkan oleh Badan Wakaf Indonesia.

Bagian Keempat
Pengangkatan dan Pemberhentian

Pasal 55
1. Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
2. Keanggotaan Perwakilan Badan Wakaf Indonesia di daerah diangkat dan diberhentikan oleh Badan Wakaf Indonesia.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentiari anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari ayat (2) diatur dengan peraturan Badan Wakaf Indonesia.

Pasal 56
Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diangkat untuk masa jabatan selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

Pasal 57
(1) Untuk pertama kali, pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diusulkan kepada Presiden oleh Menteri.
(2) Pengusulan pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf Indonesia kepada Presiden untuk selanjutnya dilaksanakan oleh Badan Wakaf Indonesia. •
(3) Ketentuan mengenai tata cara pemilihan calon keanggotaan Badan Wakaf Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh Badan Wakaf Indonesia, yang pelaksanaannya terbuka untuk umum.


Pasal 58
Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia yang-j berhenti sebelum berakhirnya masa jabatan diaturf oleh Badan Wakaf Indonesia.

Bagian Kelima
Pembiayaan

Pasal 59
Dalam rangka pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia, Pemerintah wajib membantu biaya operasional.



Bagian Keenam
Ketentuan Pelaksanaan

Pasal 60
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi, tugas, fungsi, persyaratan, dan tata cara pemilihan anggota serta susunan keanggotaan dan tata kerja Badan Wakaf Indonesia diatur oleh Badan Wakaf Indonesia.

Bagian Ketujuh
Pertanggungjawaban

Pasal 61
(1) Pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia dilakukan melalui laporan tahunan yang diaudit oleh lembaga audit independen dan disampaikan kepada Menteri.
(2) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan kepada masyarakat.

BAB VII
PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 62
(1) Penyelesaian sengketa perwakafan ditempuh melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
(2) Apabila penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berhasil, sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan.


BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 63
(1) Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan 'erhadap penyelenggaraan wakaf untuk mewujudkan tujuan dan fungsi wakaf;
(2) Khusus mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri mengikutsertakan Badan Wakaf Indonesia;
(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan memperhatikan saran dan pertimbangan Majelis Ulama Indonesia.

Pasal 64
Dalam rangka pembinaan, Menteri dan Badan Wakaf Indonesia dapat melakukan kerja sama dengan organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional, dan pihak lain yang dipandang perlu.

Pasal 65
Dalam pelaksanaan pengawasan, Menteri dapat menggunakan akuntan publik.

Pasal 66
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk pembinaan dan pengawasan oleh Menteri dan Badan Wakaf Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63, Pasal 64, dan Pasal 65 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IX
KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF

Bagian Pertama
Ketentuan Pidana

Pasal 67
(1) Setiap orang yang dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan, rnenjual, mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 atau tanpa izin menukar harta wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja mengubah peruntukan harta benda wakaf tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, dipidana dengan pidana penjara paling lama (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
(3) Setiap orang yaog dengan sengaja menggunakan atau mengambil fasilitas atas hasil pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf melebihi jumlah yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Bagian Kedua
Sanksi Administratif

Pasal 68
(1) Menteri dapat mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran tidak didaftarkannya harta benda wakaf oleh lembaga keuangan syariah dan PPAIW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 32.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara atau pencabutan izin kegiatan di bidang wakaf bagi lembaga keuangan syariah;
c. penghentian sementara dari jabatan atau penghentian dari jabatan PPAIW.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BABX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 69
(1) Dengan berlakunya undang-undang ini, wakaf yang dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum diundangkannya undang-undang ini, dinyatakan sah sebagai wakaf menurut undang-undang ini.
(2) Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didaftarkan dan diumumkan paling lama 5 (lima) tahun sejak undang-undang ini diundangkan.

Pasal 70
Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perwakafan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru ' berdasarkan undang-undang ini.

BAB XI
KETENTUAN PENUTU


Pasal 71
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 27 Oktober 2004

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.


DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 Oktober 2004
MENTERI SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.
PROF. DR. YUSRIL IHZA MAHENDRA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2004 NOMOR 159

sesuai dengan aslinya
Deputi Sekretaris Kabinet
Bidang Hukum dan
Perundang-undangan,




ambock V. Nahattands

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 41 TAHUN 2004

TENTANG
WAKAF

I. UMUM
Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 antara lain adalah memajukan kesejahteraan umum. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu menggali dan mengembangkan potensi yang terdapat dalam pranata keagamaan yang memiliki manfaat ekonomis.
Salah satu langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan umum, perlu meningkatkan peran wakaf sebagai pranata keagamaan yang tidak hanya bertujuan menyediakan berbagai sarana ibadah dan sosial, tetapi juga memiliki kekuatan ekonomi yang berpotensi, antara lain, untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga perlu dikembangkan pemanfaatannya sesuai dengan prinsip syariah.
Praktik wakaf yang terjadi dalam kehidupan masyarakat belum sepenuhnya berjalan tertib dan efisien sehingga dalam berbagai kasus harta benda wakaf tidak terpelihara sebagaimana mestinya terlantar atau beralih ke tangan pihak ketiga dengan cara melawan hukum. Keadaan demikian itu, tidak hanya karena kelalaian atau ketidakmampuan Nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf tetapi karena juga sikap masyarakat yang kurang peduli atau belum memahami status harta benda wakaf yang seharusnya dilindungi demi untuk kesejahteraan umum sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukan wakaf.
Berdasarkan pertimbangan di atas dan untuk memenuhi kebutuhan hukum dalam rangka pembangunan hukum nasional perlu dibentuk Undang-Undang tentang Wakaf. Pada dasarnya ketentuan mengenai perwakafan berdasarkan syariah dan peraturan perundang-undangan dicantumkan kembali dalam undang-undang ini, namun terdapat pula berbagai pokok pengaturan yang baru antara lain sebagai berikut:
1. Untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf guna melindungi_harta benda wakaf, Undang-undang ini menegaskan bahwa perbuatan hukum wakaf wajib dicatat dan dituangkan dalam akta ikrar wakaf dan didaftarkan serta diumumkan yang pelaksanaannya d ilakukan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai wakaf dan harus dilaksanakan. Undang-undang ini tidak memisahkan antara wakaf-ahli yang pengelolaan dan pemanfaatan harta benda wakaf terbatas untuk kaum kerabat (ahli waris) dengan wakaf-khairi yang dimaksudkan untuk kepentingan masyarakat umum sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf.
2. Ruang lingkup wakaf yang selama inidipahami secara umum cenderung terbatas pada wakaf benda tidak bergerak seperti tanah dan bangunan, menurut undang-undang ini Wakif dapat pula mewakafkan sebagian kekayaannya berupa harta benda wakaf bergerak, baik berwujud atau tidak berwujud yaitu uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual, hak sewa, dan benda bergerak lainnya.
Dalam hal benda bergerak berupa uang, Wakif dapat mewakafkan melalui Lembaga Keuangan Syariah.
Yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan Syariah adalah badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bergerak di bidang keuangan syariah, misalnya badan hukum di bidang perbankan syariah.
Dimungkinkannya wakaf. benda bergerak berupa uang melalui Lembaga Keuangan Syariah dimaksudkan agar memudahkan Wakif untuk mewakafkan uang miliknya.
3. Peruntukan harta benda wakaf tidak semata-rnata untuk kepentingan sarana ibadah dan sosial tetapijuga diarahkan untuk memajukan kesejahteraan umum dengan cara mewujudkan potensi dan manfaat ekcnomi harta benda wakaf. Hal itu memungkinkan pengelolaan harta benda wakaf dapat memasuki wilayah kegiatan ekonomi dalam arti luas sepanjang pengelolaan tersebut sesuai dengan prinsip manajernen dan ekonomi Syariah.
4. Untuk mengamankan harta benda wakaf dari campur tangan pihak ketiga yang merugikan kepentingan wakaf, perlu meningkatkan kemampuan profesional Nazhir.
5. Undang-undang ini juga mengatur pembentukan Badan Wakaf Indonesia yang dapat mempunyai perwakilan di daerah sesuai dengan kebutuhan. Badan tersebut merupakan lembaga independen yang melaksanakan tugas di bidang perwakafan yang melakukan pembinaan terhadap Nazhir, melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional, memberikan persetujuan atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf, dan memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukupjelas
Pasal 2
Cukupjelas Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukupjelas
Pasal 5
Cukupjelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Yang dimaksud dengan perseorangan, organisasi dan/atau badan hukum adalah perseorangan warga negara Indonesia atau warga negara asing, organisasi Indonesia atau organisasi asing dan/atau badan hukum Indonesia atau badan hukum asing.
Pasal 8
Cukupjelas
Pasal 9
Yang dimaksud dengan perseorangan, organisasi dan/atau badan hukum adalah perseorangan warga negara Indonesia, organisasi Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia.
Pasal 10
Cukupjelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukupjelas
Pasal 13
Cukupjelas
Pasal 14
Ayat(1)
Dalam rangka pendaftaran Nazhir, Menteri harus proaktif untuk mendaftar para Nazhir yang sudah ada dalam masyarakat.
Ayat (2)
Cukup Jelas Pasal 15 Cukupjelas
Pasal 16 Ayat(1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas Ayat(3) huruf a
Cukup jelas huruf b
Cukup jelas huruf c
Cukup jelas huruf d
Cukup jelas huruf e
Cukup jelas huruf f
Cukup jelas huruf g
Yang dimaksud benda bergerak lain sesuai dengan syariah dan peraturan yang berlaku, antara lain mushaf, buku, dan kitab.
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Penyerahan surat-surat atau dokumen kepemilikan atas harta benda wakaf oleh Wakif atau kuasanya kepada PPAIW dimaksudkan agar diperoleh kepastian keberadaan harta benda wakaf dan kebenaran adanya hak Wakif atas harta benda wakaf dimaksud.
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Yang dimaksud dengan pengadilan adalah pengadilan agama.
Yang dimaksud dengan pihak yang berkepentingan antara lain para ahli waris, saksi, dan pihak penerima peruntukan wakaf.
Pasal 28
Yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan Syariah adalah badan hukum
Indonesia yang bergerak di bidang keuangan syariah.
Pasal 29 Ayat(1)
Pernyataan kehendak Wakif secara tertulis tersebut dilakukan kepada Lembaga Keuangan Syariah dimaksud.
Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas

Pasal 32
Instansi yang berwenang di bidang wakaf tanah adalah Badan Pertanahan Nasional.
Instansi yang berwenang di bidang wakaf benda bergerak selain uang adalah instansi yang terkait dengan tugas pokoknya.
Instansi yang berwenang di bidang wakaf benda bergerak selain uang yang tidak terdaftar (unregistered goods) adalah Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 33
Cukup jelas Pasal 34
Instansi yang berwenang di bidang wakaf tanah adalah Badan Pertanahan Nasional.
Instansi yang berwenang di bidang wakaf benda bergerak selain uang adalah instansi yang terkait dengan tugas pokoknya.
Instansi yang berwenang di bidang wakaf benda bergerak selain uang yang tidak terdaftar (unregistered goods) adalah Badan Wakaf Indonesia.
Yang dimaksud dengan bukti pendaftaran harta benda wakaf adalah surat keterangan yang dikeluarkan oleh instansi Pemerintah yang berwenang yang menyatakan harta benda wakaf telah terdaftar dan tercatat pada negara dengan status sebagai harta benda wakaf.
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Instansi yang berwenang di bidang wakaf tanah adalah Badan Pertanahan Nasional.
Instansi yang berwenang di bidang wakaf benda bergerak selain uang adalah instansi yang terkait dengan tugas pokoknya.
Instansi yang berwenang di bidang wakaf benda bergerak selain uang yang tidak terdaftar (unregistered goods) adalah Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pusal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas Pasal 48
Pembentukan perwakilan Badan Wakaf Indonesia di daerah dilakukan setelah Badan Wakaf Indonesia berkonsultasi dengan pemerintah daerah setempat.
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukuo ielas

Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62 Ayat(1)
Cukup jelas Ayat(2)
Yang dimaksud dengan mediasi adalah penyelesaian sengketa dengan bantuan pihak ketiga (mediator) yang disepakati oleh para pihak yang bersengketa. Dalam hal mediasi tidak berhasil menyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebut dapat dibawa kepada badan arbitrase syariah. Dalam hal badan arbitrase syariah tidak berhasil menyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebut dapat dibawa ke pengadilan agama dari/atau mahkamah syar'iyah.

Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas

Pasal 70
Cukup jelas

Pasal 71
Cukupjelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4459

Drat Revisi UU Waqf

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR TAHUN
TENTANG
WAKAF

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa wakaf sebagai lembaga keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi perlu dikelola secara efektif dan efisien untuk kepentingan ibadah dan memajukan kesejahteraan umum;
b. bahwa wakaf merupakan perbuatan hukum yang telah lama hidup dan dilaksanakan dalam masyarakat, yang pengaturannya belum lengkap serta masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, dipandang perlu membentuk Undang-undang tentang Wakaf.

Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 29, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.

Dengan persetujuan bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG WAKAF

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan sebagian benda miliknya, untuk dimanfaatkan selamanya atau dalam jangka waktu tertentu sesuai kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
2. Wakif adalah pihak yang mewakafkan benda miliknya.
3. Ikrar Wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan kepada Nazhir untuk mewakafkan benda miliknya.
4. Nazhir adalah pihak yang menerima benda wakaf dari Wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
5. Benda Wakaf adalah benda yang diwakafkan oleh Wakif yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah.
6. Pemerintah adalah Perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden beserta para Menteri.
7. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf yang selanjutnya disebut PPAIW adalah Pejabat berwenang yang ditetapkan oleh Menteri untuk membuat Akta Ikrar Wakaf.
8. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang Agama.

BAB II
DASAR-DASAR WAKAF
Bagian Pertama
Umum
Pasal 2
Wakaf sah apabila dilaksanakan menurut Syariah.
Pasal 3
Benda wakaf yang telah diwakafkan tidak dapat dibatalkan perwakafannya.
Bagian Kedua
Tujuan dan Fungsi Wakaf
Pasal 4
Wakaf bertujuan mengekalkan manfaat benda wakaf sesuai dengan fungsinya.
Pasal 5
Wakaf berfungsi meningkatkan potensi dan manfaat ekonomi benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan memajukan kesejahteraan umum.

Bagian Ketiga
Rukun Wakaf
Pasal 6
Wakaf dilaksanakan sesuai dengan rukun wakaf sebagai berikut :
a. Wakif;
b. Nazhir;
c. Benda wakaf;
d. Ikrar wakaf;
e. Peruntukan benda wakaf.

Bagian Keempat
Wakif
Pasal 7
Wakif meliputi :
a. perorangan, baik warga negara Indonesia atau warga negara asing;
b. organisasi;
c. badan hukum Indonesia; atau
d. badan hukum asing.

Pasal 8
(1) Wakaf oleh wakif perorangan hanya dapat dilakukan apabila wakif perorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a memenuhi persyaratan :
a. beragama Islam;
b. dewasa;
c. berakal sehat; dan
d. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
(2) Wakaf oleh wakif organisasi hanya dapat dilakukan apabila wakif organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b memenuhi persyaratan adanya keputusan organisasi untuk mewakafkan benda wakaf miliknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam organisasi yang bersangkutan.
(3) Wakaf oleh Wakif badan hukum hanya dapat dilakukan apabila wakif badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c dan huruf d memenuhi persyaratan adanya keputusan badan hukum untuk mewakafkan benda wakaf miliknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam badan hokum yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kelima
Nazhir
Pasal 9
Nazhir meliputi :
a. perorangan;
b. organisasi; atau
c. badan hukum.

Pasal 10
(1) Perorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan :
a. Warga Negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. dewasa;
d. sehat jasmani dan rohani; dan
e. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.

(2) Organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan :
a. pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan Nazhir perorangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1); dan
b. organisasi yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.
(3) Badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan :
a. badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
b. badan hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.

Pasal 11
Nazhir mempunyai tugas :
a. melakukan pengadministrasian benda wakaf;
b. mengelola dan mengembangkan benda wakaf sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf;
c. mengawasi dan melindungi benda wakaf;
d. melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.

Pasal 12
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Nazhir dapat menerima fasilitas dan/atau penghasilan atas hasil pengelolaan dan pengembangan benda wakaf yang besarnya tidak melebihi 10 % (sepuluh persen).

Pasal 13
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Nazhir memperoleh pembinaan dari Pemerintah dan Badan Wakaf Indonesia.


Pasal 14
(1) Dalam rangka pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Nazhir harus terdaftar pada Pemerintah.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pendaftaran Nazhir sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keenam
Benda Wakaf
Pasal 15
Benda wakaf hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai oleh Wakif secara sempurna.

Pasal 16
(1) Benda wakaf terdiri dari :
a. benda tidak bergerak; dan
b. benda bergerak,

(2) Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a meliputi :
a. tanah yang di dalamnya dilekati oleh hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. bangunan atau bagian dari bangunan;
c. tanaman dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah;
d. Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun di atas tanah hak milik;
e. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Benda bergerak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, meliputi :
a. uang;
b. logam mulia;
c. surat berharga;
d. kendaraan;
e. hak atas kekayaan intelektual;
f. hak sewa; dan
g. benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Ketujuh
Ikrar Wakaf
Pasal 17
(1) Ikrar wakaf dilaksanakan oleh Wakif kepada Nazhir dihadapan PPAIW yang disaksikan oleh 2 (dua) orang Saksi.
(2) Ikrar Wakaf dinyatakan secara lisan.

Pasal 18
Dalam hal Wakif tidak dapat menyatakan ikrar wakaf secara lisan atau tidak dapat hadir dalam pelaksanaan ikrar wakaf karena alasan yang dibenarkan oleh hukum, Wakif dapat menunjuk kuasanya.


Pasal 19
Untuk dapat melaksanakan ikrar wakaf, wakif atau kuasanya menyerahkan surat-surat dan/atau bukti-bukti kepemilikan atas benda wakaf kepada PPAIW.

Pasal 20
Saksi dalam ikrar wakaf harus memenuhi persyaratan :
a. dewasa;
b. beragama Islam;
c. berakal sehat;
d. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.

Pasal 21
(1) Ikrar wakaf dituangkan dalam Akta Ikrar Wakaf.
(2) Akta ikrar wakaf sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya memuat :
a. nama Wakif;
b. nama Nazhir;
c. data dan keterangan benda wakaf;
d. peruntukan benda wakaf.
(3) Ketentuan mengenai bentuk, isi, dan tata cara pembuatan akta ikrar wakaf sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedelapan
Peruntukan Benda Wakaf
Pasal 22
Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, benda wakaf hanya dapat diperuntukan untuk :
a. memfasilitasi sarana ibadah;
b. memfasilitasi sarana pendidikan dan kesehatan;
c. membantu fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa; dan/atau
d. tujuan memajukan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-undangan.

Pasal 23
(1) Penetapan peruntukan benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dilakukan oleh Wakif dalam pelaksanaan ikrar wakaf.
(2) Dalam hal Wakif tidak menetapkan peruntukan benda wakaf, Nazhir dapat menetapkan peruntukan benda wakaf yang dilakukan dengan memperhatikan tujuan dan fungsi wakaf.

Bagian Kesembilan
Wakaf Dengan Wasiat
Pasal 24
Wakaf dengan wasiat baik secara lisan maupun secara tertulis hanya dapat dilakukan apabila disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.
Pasal 25
Benda wakaf yang diwakafkan dengan wasiat paling banyak 1/3 (satu pertiga) dari jumlah harta warisan setelah dikurangi dengan hutang pewasiat.

Pasal 26
(1) Wakaf dengan wasiat dilaksanakan oleh penerima wasiat setelah pewasiat yang bersangkutan meninggal dunia.
(2) Penerima wasiat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertindak sebagai kuasa wakif.
(3) Wakaf dengan wasiat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan tata cara perwakafan yang diatur dalam Undang-undang ini.

Pasal 27
Dalam hal wakaf dengan wasiat tidak dilaksanakan oleh penerima wasiat, maka atas permintaan pihak yang berkepentingan, pengadilan dapat memerintahkan penerima wasiat yang bersangkutan untuk melaksanakan wasiat.

Bagian Kesepuluh
Wakaf Benda Bergerak Berupa Uang
Pasal 28
Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh Menteri.

Pasal 29
(1) Wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dilaksanakan oleh Wakif dengan pernyataan kehendak Wakif yang dilakukan secara tertulis.
(2) Wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang.
(3) Sertifikat wakaf uang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan oleh lembaga keuangan syariah kepada Wakif dan Nazhir sebagai bukti penyerahan benda wakaf.


Pasal 30
Lembaga keuangan syariah atas nama Nazhir mendaftarkan benda wakaf berupa uang kepada Pemerintah selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterbitkannya Sertifikat Wakaf Uang yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan tata cara pendaftaran benda wakaf yang diatur dalam Undang-undang ini.
Pasal 31
Ketentuan mengenai wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 30 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB III
PENDAFTARAN DAN PENGUMUMAN
BENDA WAKAF
Pasal 32
PPAIW atas nama Nazhir mendaftarkan benda wakaf kepada Pemerintah selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak akta ikrar wakaf ditandatangani.
Pasal 33
(1) Dalam pendaftaran benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, PPAIW menyerahkan :
a. salinan akta ikrar wakaf;
b. surat-surat dan/atau bukti-bukti kepemilikan dan dokumen terkait lainnya.
(2) Dalam hal pendaftaran wakaf uang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 34
Pemerintah menerbitkan bukti pendaftaran benda wakaf.
Pasal 35
Bukti pendaftaran benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 disampaikan oleh PPAIW kepada Nazhir.
Pasal 36
Dalam hal benda wakaf ditukar atau diubah peruntukannya, Nazhir melalui PPAIW mendaftarkan kembali kepada Pemerintah benda wakaf yang ditukar atau diubah peruntukannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam tata cara pendaftaran benda wakaf.
Pasal 37
Pemerintah mengadministrasikan pendaftaran benda wakaf.

Pasal 38
Pemerintah mengumumkan benda wakaf yang telah terdaftar kepada masyarakat.
Pasal 39
Ketentuan mengenai tata cara pendaftaran dan pengumuman benda wakaf diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IV
PERUBAHAN STATUS BENDA WAKAF
Pasal 40
Benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang :
a. dijadikan jaminan;
b. disita;
c. dihibahkan;
d. dijual;
e. diwariskan;
f. ditukar; atau
g. dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.


Pasal 41
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf f, dikecualikan apabila benda wakaf yang telah diwakafkan digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan syariah.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin tertulis dari Menteri dan persetujuan Badan Wakaf Indonesia.
(3) Benda wakaf yang sudah diubah statusnya karena ketentuan pengecualian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib ditukar dengan benda wakaf yang sama dengan nilai tukar sekurang-kurangnya sama dengan nilai benda wakaf semula.
(4) Ketentuan mengenai perubahan status benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB V
PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN
BENDA WAKAF
Pasal 42
Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan benda wakaf sesuai dengan peruntukannya.
Pasal 43
(1) Pengelolaan dan pengembangan benda wakaf oleh Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dilaksanakan sesuai dengan prinsip syariah.
(2) Dalam hal pengelolaan dan pengembangan benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara produktif, pengelolaan, dan pengembangan benda wakaf yang bersangkutan dilaksanakan dengan menggunakan lembaga penjamin syariah.
Pasal 44
(1) Dalam mengelola dan mengembangkan benda wakaf, Nazhir dilarang melakukan perubahan peruntukan benda wakaf kecuali atas dasar izin tertulis dari Menteri.
(2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hanya dapat diberikan apabila benda wakaf ternyata tidak dapat dipergunakan sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf serta telah mendapat persetujuan Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 45
(1) Dalam mengelola dan mengembangkan benda wakaf, Nazhir diberhentikan dan diganti dengan Nazhir lain apabila Nazhir yang bersangkutan :
a. meninggal dunia, untuk Nazhir perorangan;
b. bubar atau dibubarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk Nazhir organisasi atau Nazhir badan hukum;
c. atas permintaan sendiri;
d. tidak melaksanakan tugasnya sebagai Nazhir dan/atau melanggar ketentuan larangan dalam pengelolaan dan pengembangan benda wakaf sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. dijatuhi hukuman pidana oleh Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
(2) Pemberhentian dan penggantian Nazhir dengan Nazhir lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh PPAIW atas saran dan pertimbangan Majelis Ulama Indonesia.
(3) Pengelolaan dan pengembangan benda wakaf yang dilakukan oleh Nazhir lain karena pemberhentian dan penggantian Nazhir, dilakukan dengan tetap memperhatikan peruntukan benda wakaf yang ditetapkan dan tujuan serta fungsi wakaf.
Pasal 46
Ketentuan mengenai pengelolaan dan pengembangan benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 45, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
BADAN WAKAF INDONESIA
Bagian Pertama
Kedudukan dan Tugas
Pasal 47
(1) Dalam rangka memajukan dan mengembangkan perwakafan nasional, dibentuk Badan Wakaf Indonesia.
(2) Badan Wakaf Indonesia merupakan lembaga independen dalam melaksanakan tugasnya.
Pasal 48
Badan Wakaf Indonesia berkedudukan di ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 49
(1) Badan Wakaf Indonesia mempunyai tugas :
a. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Nazhir dalam mengelola dan mengembangkan benda wakaf;
b. melakukan pengelolaan dan pengembangan benda wakaf berskala internasional;
c. memberikan persetujuan atas perubahan peruntukan dan status benda wakaf;
d. memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Badan Wakaf Indonesia dapat bekerjasama dengan instansi Pemerintah baik Pusat maupun Daerah, organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional, dan pihak-pihak lain yang dipandang perlu.
Pasal 50
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, Badan Wakaf Indonesia memperhatikan saran dan pertimbangan Pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia.

Bagian Kedua
Organisasi
Pasal 51
(1) Badan Wakaf Indonesia terdiri dari Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan.
(2) Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan unsur pelaksana tugas Badan Wakaf Indonesia.
(3) Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan unsur pengawas pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 52
(1) Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan Badan Wakaf Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, masing-masing dipimpin oleh seorang Ketua yang dipilih sendiri oleh para anggota.
(2) Susunan keanggotaan masing-masing Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan Badan Wakaf Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sendiri oleh para anggota.
Bagian Ketiga
Anggota
Pasal 53
Jumlah anggota Badan Wakaf Indonesia terdiri dari sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang dan sebanyak-banyaknya 30 (tiga puluh) orang yang berasal dari unsur masyarakat.
Pasal 54
(1) Untuk dapat diangkat menjadi anggota Badan Wakaf Indonesia, setiap calon anggota harus memenuhi persyaratan :
a. Warga Negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. memiliki pengetahuan, kemampuan, dan pengalaman di bidang perwakafan dan/atau ekonomi khususnya di bidang ekonomi syariah; dan
d. mempunyai komitmen yang tinggi untuk mengembang-kan perwakafan nasional.
(2) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ketentuan mengenai persyaratan lain untuk menjadi anggota Badan Wakaf Indonesia ditetapkan oleh Badan Wakaf Indonesia.

Bagian Keempat
Pengangkatan dan Pemberhentian
Pasal 55
Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

Pasal 56
Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diangkat untuk masa jabatan selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Pasal 57
(1) Untuk pertama kali, pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diusulkan kepada Presiden oleh Menteri.
(2) Pengusulan pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf Indonesia kepada Presiden untuk selanjutnya dilaksanakan oleh Badan Wakaf Indonesia.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pemilihan calon keanggotaan Badan Wakaf Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur oleh Badan Wakaf Indonesia, yang pelaksanaannya terbuka untuk umum.

Pasal 58
Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia yang berhenti sebelum berakhirnya masa jabatan diatur oleh Badan Wakaf Indonesia.
Bagian Kelima
Pembiayaan
Pasal 59
(1) Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Badan Wakaf Indonesia.
(2) Dalam rangka pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia, Pemerintah dapat memberikan subsidi.
Bagian Keenam
Ketentuan Pelaksanaan
Pasal 60
Ketentuan mengenai susunan organisasi, tugas, fungsi, persyaratan, dan tata cara pemilihan anggota serta susunan keanggotaan dan tata kerja Badan Wakaf Indonesia diatur lebih lanjut oleh Badan Wakaf Indonesia.

Bagian Ketujuh
Pertanggungjawaban
Pasal 61
(1) Pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia dilakukan melalui audit oleh lembaga audit yang independen.
(2) Hasil audit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diumumkan kepada masyarakat.

BAB VII
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 62
(1) Penyelesaian sengketa perwakafan dapat ditempuh melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
(2) Apabila cara penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berhasil, maka dapat diselesaikan melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan.

BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 63
(1) Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan wakaf untuk mewujudkan tujuan dan fungsi wakaf.
(2) Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah mengikutsertakan Badan Wakaf Indonesia.
(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan memperhatikan saran dan pertimbangan Majelis Ulama Indonesia.
Pasal 64
Dalam rangka pembinaan, Pemerintah dan Badan Wakaf Indonesia dapat melakukan kerja sama dengan organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional dan pihak-pihak lain yang dipandang perlu.

Pasal 65
Dalam pelaksanaan pengawasan, Pemerintah dan Badan Wakaf Indonesia dapat menggunakan Akuntan Publik.

Pasal 66
Ketentuan mengenai bentuk pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintah dan Badan Wakaf Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63, Pasal 64, dan Pasal 65, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
DAN SANKSI ADMINISTRATIF
Bagian Pertama
Ketentuan Pidana
Pasal 67
(1) Barang siapa dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan, menjual, mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 atau tanpa izin menukar benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Barang siapa dengan sengaja mengubah peruntukan benda wakaf tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
(3) Nazhir yang dengan sengaja menggunakan atau mengambil fasilitas atas hasil pengelolaan dan pengembangan benda wakaf melebihi jumlah yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Bagian Kedua
Sanksi Administratif
Pasal 68
(1) Pemerintah dapat mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran tidak didaftarkannya benda wakaf oleh lembaga keuangan syariah dan PPAIW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 32.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa :
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara atau pencabutan izin kegiatan usaha lembaga keuangan syariah;
c. penghentian sementara dari jabatan atau penghentian dari jabatan PPAIW.
d. Ketentuan mengenai pelaksanaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 69
(1) Dengan berlakunya Undang-undang ini, wakaf yang dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum diundangkannya Undang-undang ini, dinyatakan sah sebagai wakaf menurut Undang-undang ini.
(2) Wakaf sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didaftarkan dan diumumkan paling lama 5 (lima) tahun sejak Undang-undang ini diundangkan.
Pasal 70
Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perwakafan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 71
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,



MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,

BAMBANG KESOWO


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN … NOMOR ….
P E N J E L A S A N
A T A S
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR TAHUN
TENTANG
WAKAF
I. UMUM
Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 antara lain adalah memajukan kesejahteraan umum. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, perlu diusahakan menggali dan mengembangkan potensi yang terdapat dalam lembaga keagamaan yang memiliki manfaat ekonomi.
Salah satu langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan umum, dipandang perlu meningkatkan peran wakaf sebagai lembaga keagamaan yang tidak hanya bertujuan menyediakan berbagai sarana ibadah dan sosial, melainkan juga memiliki kekuatan ekonomi yang berpotensi antara lain untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga perlu dikembangkan pemanfaatannya sesuai dengan prinsip syariah.
Praktek wakaf yang terjadi dalam kehidupan masyarakat belum sepenuhnya berjalan tertib dan efisien, sehingga dalam berbagai kasus harta wakaf tidak terpelihara sebagaimana mestinya, terlantar atau beralih ke tangan pihak ketiga dengan cara melawan hukum. Keadaan demikian disebabkan tidak hanya karena kelalaian atau ketidakmampuan Nazhir dalam mengelola dan mengembangkan benda wakaf melainkan juga sikap masyarakat yang kurang peduli atau belum memahami status benda wakaf yang seharusnya dilindungi demi untuk kesejahteraan umum sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukan wakaf.
Di samping itu, peraturan perundang-undangan yang mengatur perwakafan atau terkait dengan perwakafan masih belum lengkap dan tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan sehingga perlu diunifikasikan dalam satu undang-undang.
Berdasarkan pertimbangan di atas dan untuk memenuhi kebutuhan hukum dalam rangka pembangunan hukum nasional perlu dibentuk Undang-undang tentang wakaf. Pada dasarnya ketentuan mengenai perwakafan berdasarkan Syariah dan peraturan perundang-undangan dicantumkan kembali dalam Undang-undang ini, namun terdapat pula berbagai pokok pengaturan yang baru antara lain sebagai berikut :
1. Untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf guna melindungi benda wakaf, Undang-undang ini menegaskan bahwa untuk sahnya perbuatan hukum wakaf wajib didaftarkan dan diumumkan yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai wakaf dan harus dilaksanakan. Dengan demikian, Undang-undang ini tidak memisahkan antara wakaf ahli yang pada umumnya pengelolaan dan pemanfaatan benda wakaf terbatas untuk kaum kerabat (ahli waris) dengan wakaf khairi yang dimaksudkan untuk kepentingan masyarakat umum sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf.
2. Ruang lingkup wakaf yang selama ini dipahami secara umum cenderung terbatas pada wakaf benda tidak bergerak seperti tanah dan bangunan, menurut Undang-undang ini Wakif dapat pula mewakafkan sebagian kekayaannya berupa benda wakaf bergerak, baik berwujud atau tidak berwujud yaitu uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual, hak sewa, dan benda bergerak lainnya.
Dalam hal benda bergerak berupa uang, Wakif dapat mewakafkan melalui Lembaga Keuangan Syariah.
Yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan Syariah adalah badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bergerak di bidang keuangan syariah, misalnya badan hukum di bidang perbankan syariah.
Dimungkinkannya wakaf benda bergerak berupa uang melalui Lembaga Keuangan Syariah dimaksudkan agar memudahkan Wakif untuk mewakafkan uang miliknya dan menghindari kemungkinan dari bahaya yang timbul apabila Wakif membawa uang dalam bentuk tunai.
3. Peruntukan benda wakaf tidak semata-mata untuk kepentingan sarana ibadah dan sosial melainkan diarahkan pula untuk memajukan kesejahteraan umum dengan cara meningkatkan potensi dan manfaat ekonomi benda wakaf. Hal ini memungkinkan pengelolaan benda wakaf dapat memasuki wilayah kegiatan ekonomi dalam arti luas sepanjang pengelolaan tersebut sesuai dengan prinsip manajemen dan ekonomi Syariah.
4. Untuk mengamankan benda wakaf dari campur tangan pihak ketiga yang merugikan kepentingan wakaf, perlu meningkatkan kemampuan profesional Nazhir.
5. Selain itu, dalam Undang-undang juga dibentuk Badan Wakaf Indonesia yang merupakan lembaga independen dalam melaksanakan tugas di bidang perwakafan yaitu melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Nazhir, melakukan pengelolaan dan pengembangan benda wakaf berskala internasional, memberikan persetujuan atas perubahan peruntukan dan status benda wakaf, dan memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.
Perlunya Badan Wakaf Indonesia tersebut karena wakaf sebenarnya ada dan tumbuh dalam masyarakat, sehingga harus ada lembaga masyarakat yang tidak ada campur tangan Pemerintah untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan wakaf tersebut.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Yang dimaksud dengan kesejahteraan umum adalah tersedianya sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh masyarakat di tempat benda wakaf berada atau sarana dan prasarana dibiayai dari hasil pengelolaan dan pengembangan benda wakaf sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf.
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 15
Yang dimaksud dengan benda wakaf dimiliki dan dikuasai Wakif secara sempurna adalah benda wakaf secara hukum merupakan milik Wakif dan dalam penguasaan penuh Wakif yang bebas dari segala pembebanan, ikatan, sitaan dan/atau sengketa.

Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Penyerahan surat-surat atau dokumen kepemilikan atas benda wakaf oleh Wakif atau kuasanya kepada PPAIW dimaksudkan agar diperoleh kepastian keberadaan benda wakaf dan kebenaran adanya hak Wakif atas benda dimaksud.
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas

Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam menetapkan peruntukan benda wakaf, Nazhir tetap meminta persetujuan dari Wakif.
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Yang dimaksud dengan Pewasiat adalah orang yang mewasiatkan harta benda miliknya untuk diwakafkan. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam hukum Islam, harta benda yang dapat diwakafkan dengan wasiat paling banyak 1/3 (satu pertiga) dari jumlah harta warisan setelah dikurangi terlebih dahulu dengan hutang Pewasiat apabila yang bersangkutan mempunyai hutang dengan pihak lain yang harus dilunasi dan diselesaikan.
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 27
Yang dimaksud dengan pihak yang berkepentingan adalah antara lain para ahli waris dan saksi.
Pasal 28
Yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan Syariah adalah badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bergerak di bidang keuangan syariah, misalnya badan hukum di bidang perbankan syariah.
Dimungkinkannya wakaf benda bergerak berupa uang melalui Lembaga Keuangan Syariah dimaksudkan agar memudahkan Wakif untuk mewakafkan uang miliknya dan menghindari kemungkinan dari bahaya yang timbul apabila Wakif membawa uang dalam bentuk tunai.

Pasal 29
Ayat (1)
Pernyataan kehendak Wakif secara tertulis tersebut dilakukan kepada Lembaga Keuangan Syariah dimaksud.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Pada prinsipnya, pendaftaran benda wakaf kepada Pemerintah dilakukan agar benda wakaf yang telah diwakafkan tercatat dan dapat diketahui oleh masyarakat sebagai benda wakaf yang merupakan milik umat. Dengan telah terdaftarnya benda wakaf tersebut kepada Pemerintah, maka status kepemilikan benda tersebut telah berubah. Dengan pendaftaran benda wakaf, surat-surat dan/atau bukti-bukti kepemilikan dari benda tersebut akan diberikan status sebagai benda wakaf.
Pendaftaran benda wakaf oleh PPAIW atas nama Nazhir dilakukan dengan surat kuasa.
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 34
Yang dimaksud dengan bukti pendaftaran benda wakaf adalah surat keterangan yang dikeluarkan oleh instansi Pemerintah yang berwenang yang menyatakan benda wakaf telah terdaftar dan tercatat pada negara dengan status sebagai benda wakaf.
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Ayat (1)
Pengelolaan dan pengembangan benda wakaf dilakukan dengan prinsip syariah maksudnya kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan dan pengembangan benda wakaf tersebut dilaksanakan berdasarkan hukum islam. Ciri utama kegiatan ekonomi dengan prinsip syariah adalah larangan riba dalam kegiatan perekonomian.
Kegiatan pengelolaan dan pengembangan benda wakaf yang dilakukan dengan prinsip syariah antara lain dilakukan melalui pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabalah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah).
Ayat (2)
Pengelolaan dan pengembangan benda wakaf dilakukan secara produktif antara lain dengan cara pengumpulan, investasi, penanaman modal, produksi, kemitraan, perdagangan, agrobisnis, pertambangan, perindustrian, pengembangan teknologi, pembangunan gedung, apartemen, rumah susun, pasar swalayan, pertokoan, perkantoran, sarana pendidikan ataupun sarana kesehatan dan usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan syariah.

Yang dimaksud dengan lembaga penjamin syariah adalah badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan penjaminan atas suatu kegiatan usaha yang dapat dilakukan antara lain melalui skim asuransi syariah atau skim lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 44
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pemberhentian dan penggantian Nazhir karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan atas permintaan dari Wakif, namun demikian pelaksanaannya tetap dilakukan atas saran dan pertimbangan dari Majelis Ulama Indonesia.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas

Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas

Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas


Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Ayat (1)
Anggaran Pendapatan dan belanja Badan Wakaf Indonesia dapat berasal dari hak pendapatan Badan Wakaf Indonesia atas pengelolaan dan pengembangan benda wakaf, bantuan, bentuk lain pendapatan yang sah.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 62
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan arbitrase adalah antara lain Badan Arbitrase Syariah.
Yang dimaksud dengan pengadilan adalah Pengadilan Agama atau Mahkamah Syariah.
Pasal 63
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas

Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 68
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas


Pasal 69
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup jelas


TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR …






Tuesday, May 1, 2007

Learning history of generosity

Recently I read many Islamic history books. They really made me emotional, sometimes pro other times cons; sometimes amazed, manytimes mad. Once I realy liked Ibn Hanbal for being so independent and obstinate against bad rulers who punished him for being independent, the other time I was so disliked Hanbali jurists because they killed Al-Hallaj for his poetic and crazy statement. I was so sick to learn how demonic, barbarous, unhuman, muslim rulers toward other Muslims. How Turkish soldiers ravaged egyptians Muslims, destroyed books stored in the Al-Azhar university, letted their horses stepped on those books and urinated them. How Mamluk rulers ravaged egyp, killed Ayyubis leaders and hanged their bodies publicly as announcement that Mamluk dynasty now ruled egypt and the history of ayyubi dinasty had finished. How Muslims devided into many groups just few years after the prophet died; how Sunnites hostile towards Shiites, how bloody was the stories behind changing dynasties and rulers.

Politics is politics, no matter what religion, race, ethnics, gender, and nationality. Many times history is only used for legitimacy, for politics, for gaining power. This kind of history is not unique to Islamic history but is found in all histories of religions, nations, states, rulers, races, countries, and communities. Muslims are also humans.

Learning political history should be done with open mind, just, peace, with heart. Therefore I like to learn about history of generosity. Its finding out the good side of human history.

Thursday, April 26, 2007

"something that will live on after me"

During a lunch time, I enjoyed eating pancakes and reading a magazine of the Australian Conservation Foundation (ACF). I surprised reading the statement of someone called Bill Paine when he received an award as a Philanthropist of the year by the Fundraising Institute Australia. He said "I realized I was already more than halfway through my life and that got me thinking about important issues and deeper values. I decided that it was time to do something that will live on after me." He donated many things and many times to the ACF. But what became an issue and made him way to get the award was that he donated his mainly and only house.

His act and thought of generosity are of similar from what I found among Indonesian Muslims. When someone is more than a half way on his or her way through the life, there are two things will be done: doing pilgrimage (hajj) and giving religious endowments (waqf). By these generous giving, Muslim communities have been supported through centuries.

Giving endowments in a western country is popular too. The name of donors will attached to the endowment they give forever. This is a similar tradition that is found in the middle east and in the majority Muslim communities.

No matter west or east, atheist or religious, deeper values about life lead to the same end: generosity.

Wednesday, March 28, 2007

Alms for Jihad

Alms for Jihad. Charity and Terrorism in the Islamic World
This is a book written by J. Miilard burr and Robert O. Collins (Cambridge University Press, 2006).

I was so curious to read this book but dissappointed after I finished reading the preface and introduction of the book. In deed, this book is not "an attempt to give kind of learned discourse" on Islamic philanthropy, nor "provide an extensive analysis of each of the regions where Islamic charities have supported terrorists." This book is a kind of a collection of records, archives, CIA investigation reports, and courts testimonies of the American government in looking at Islamic philanthropy. Well I do not mind to see these records and archives are analysed structurally and regionally, it is a good effort though. However, it is really an "American" style to see the Islamic world through the politics of terrorism.

The writers are right in saying that the phenomenon of alms for jihad is only some cases of thousands or even millions Islamic charities all over the world. This is the book about. About the some cases of using alms for conservative and radical meaning of jihad: terrorism.

I still want to finish reading this book actually. But my apetite has gone because I find that the writers misunderstood (do not read much) about Islamic modernism movements of the 20th century. Then I realized the book does not refers to many sounds analysis of Islamic movements and ideologies.

Thursday, March 22, 2007

Waving hands charity

What? Yes, I think waving hands might be included as charity. This thought came after I and my family went by an old train called Puffing Billy.

Puffing Billy is an old steam train for tourists who want to know rain forests in Dandenong. The area is like a Puncak area in Cianjur, East Java, but not so spectacular like Puncak area. This puffing billy has been modificated to be suitable for tourists, not only the train itself but also all staffs work for puffing billy. The conductors and train machinists work to check tickets and to run the trains, and, most importantly, as an artists who should smile all the time to be pictured with passangers.

All passangger were very happy. They waved their hands to most of people who were looking at the train which passed by. We passed by many different peoples but mostly were children who were playing with their families and car passenggers who waited for our train to pass by. Perhaps the passanggers of Puffing Billy were quite exagerated with their happiness of going by an old train so they waved their hands to all people they saw. I was surprised to see that most of the people waved their hands back to us. Some were anthusiastically waved their hands, supporting and adding the happiness of the train' passanggers. Few children intendedly stood at the back of their homes to wave their hands to puffing billy passenggers.

My husband jokingly said that the municipality has advised these people who live nearby puffing billy to wave their hands anytime they see this train pass by. That is may be the case in the New Order era in Indonesia, but not here in Australia. Waving hands are significant aspect in this puffing billy and dandenong tourism, that without them going by an old train is sober.

This experience made me thought seriously that waving hands is also a charitable activity.

Tuesday, February 20, 2007

love in philanthropy

When love is transformed into everyday life you may called it generosity.
When generosity is institutionalized you may called it philanthropy.
Philanthropy does not stand by itself.
It grows from beliefs, from cultures.
It gets benefit from politics, it makes use of politics.
State giving is not philanthropy, it is service.
Philanthropy is something which is voluntary and non government.
Philanthropy creates civil society.
Philanthropy could not stand without politics
Politics of winning the heaven; winning people heart and mind; winning people's money.
Ethics and limitation of philanthropy is needed.
To make a balance between company advertisement and company charity;
between doing generosity and finding popularity
between giving love to God and supporting terrorist organization
between secrecy of giving and transparancy
between personal giving and government service
between love of oneself and to other human
between exclusive love and inclusive one.
Love is power
Positive power of love is philanthropy
Giving to religion is philanthropy
Giving to public service is philanthropy
However, giving to separatis organization is philanthropy
Giving to protest movements is philanthropy too.
As love, philanthropy has white, black and grey areas, depend on who, when, where, what.

Sunday, February 11, 2007

Banjir dan Karitas Politis

Jika ada bencana, hampir otomatis akan ada kegiatan karitas. Ini pertanda masih kuatnya solidaritas sosial. Semakin masif bencana, semakin marak juga aksi karitas, yang biasanya dalam bentuk sumbangan uang, barang, dan kerja sukarela. Banjir yang melanda Jakarta saat ini (2/07) memunculkan kegiatan karitas yang dilakukan oleh partai politik dan atau aktivis partai politik yang menonjolkan simbol-simbol kepartaian. Karitas politis ini memang kegiatan kedermawanan sosial (filantropi), namun tidak bisa dipisahkan dengan adanya motif politik dibalik kegiatan tersebut disamping motif kemanusiaan. Dan akhirnya kegiatas filantropi seperti ini biasanya hanya berhenti pada karitas yang berefek pada popularitas ketimbang menghilangkan akar permasalahan.

Bantuan banjir partai politik
Banjir di Jakarta saat ini mengakibatkan sekitar 150 ribu penduduk menjadi pengungsi, 54 jiwa melayang, dan kerugian diperkirakan mencapai Rp. 4,1 trilyun. Bantuan untuk korban banjir datang dari berbagai unsur: organisasi filantropi, pemerintah, dan masyarakat.

Organisasi filantropi, seperti PMI, Aksi Cepat Tanggap Dompet Dhuafa, dan Sampoerna foundation memang sehari-hari konsern dalam masalah kedermawanan sosial (filantropi) termasuk menolong korban bencana. Bantuan pemerintah sebenarnya tidak bisa dibilang sumbangan atau kegiatan filantropi karena memang sudah menjadi tugas pemerintah memberikan pelayanan. Namun ada juga individu dan kelompok dari instansi pemerintah yang memberikan bantuan pribadi. Yang paling besar dan masif adalah bantuan dari masyarakat yang banyak dilakukan secara spontan. Tanpa adanya perintah atau himbauan, bantuan sudah berdatangan, relawan bermunculan. Bahkan ibu-ibu dengan cepat mengelompok untuk memasak makanan siap saji. Karena itu pantas kalau pemerintah dalam hal ini presiden SBY ketika meninjau korban banjir mengucapkan terima kasih kepada masyarakat.

Para aktivis partai politik tidak ketinggalan berpastisipasi memberikan sumbangan, mendirikan dan mengelola posko banjir, serta menjadi relawan. Diantaranya adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Demokrasi Indonesian Perjuangan (PDI-P), Partai Golkar, Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Demokrat, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Beberapa partai cukup serius dalam penanganan bencana ini. PKS dan PDIP menghimbau para aktivisnya untuk membuat posko dan menyalurkan bantuan. Di wilayah Jakarta PKS mendirikan 60 posko korban banjir, dan menurunkan sejumlah 1500 kader kepanduan sebagai relawan (Rakyat Merdeka, 7/2/07). Sedangkan PDIP mengklaim memiliki seratusan posko banjir yang didirikan ditingkat kelurahan (TVRI, 6/2/07). Golkar pun tak kalah. Partai ini tidak secara khusus membuat posko bantuan, tapi memberikan bantuan ratusan kardus mie instan di berbagai posko banjir di wilayah Jakarta.

Karitas dan Popularitas
Fenomena karitas politis ini bukan hal baru, tapi semakin terlihat dengan banyaknya bencana di tanah air. Tentu kegiatan karitas adalah kegiatan sosial, yang berangkat dari rasa kemanusiaan. Namun selain motif kemanusiaan, ada hal-hal lain yang mendorong seseorang berderma, seperti penunaian perintah agama, kesenangan batin, dan keinginan untuk dihargai. Begitu pula, selain dampak langsung seperti adanya keselamatan jiwa, dampak yang tidak kasat mata dari pemberian bantuan karitas adalah menguatnya hubungan patron klien termasuk meningkatnya popularitas pemberi.

Adanya motif popularitas akan mudah ditandai ketika bantuan tidak disalurkan kepada lembaga-lembaga filantropi tapi disalurkan sendiri dengan memperlihatkan simbol-simbol pemberi yang jelas, dalam hal ini partai. Seakan ada pesan tak tertulis untuk mengingat peran si pemberi khususnya ketika saat-saat dibutuhkan seperti pemilihan pemilihan kepala daerah dan pemilihan umum. Dalam sebuah wawancara (TVRI, 6/02/07), misalnya, seorang tokoh partai Golkar buru-buru menjelaskan bahwa bantuan mereka ini real kemanusiaan, bukan untuk kampanye partai. Tokoh partai tersebut ingin menepis image bahwa apa yang mereka lakukan adalah kampanye partai atau untuk menarik konstituen. Suatu penjelasan yang berangkat dari asumsi publik terhadap sumbangan atau bantuan dari partai politik.

Memang tidak salah dengan pemberian bantuan yang berbendera partai. Itu juga perbuatan kedermawanan. Masalah niat itu urusan pemberi dengan Tuhan. Tentu saja masyarakat percaya bahwa dalam kegiatan kedermawanan ada unsur kemanusiaan. Siapa yang tidak terketuk hatinya melihat penderitaan korban banjir. Jangankan masyarakat yang mampu, masyarakat yang tidak memiliki kemampuan finansial lebih pun tetap bisa membantu meringankan korban banjir. Tapi masyarakat juga banyak belajar dari amplop-amplop, sumbangan pembangunan masjid, pembangunan jalan, yang bertebaran menjelang pemilu, pilkada, bahkan pemilihan kepala desa, yang bisa mendongkrak suara pemilih.

Sumbangan politis marak karena tidak perlu dana besar, tapi dapat tepat sasaran. Walaupun saat ini marak, sumbangan politis ini tidak perlu dikhawatirkan. Masyarakat pun tidak berfikir bantuan dari siapa, yang penting mereka bisa survive. Urusan pilih memilih partai, adalah urusan belakangan. Namun dari sisi moralitas sebaiknya kepedulian partai atau para aktivis partai disalurkan dengan lebih bermakna dan mendidik. Maksimalkan karitas dengan cara memberikan bantuan jangka panjang (bukan hanya sesaat) dan dikelola secara profesional oleh lembaga filantropi.

Banjir dan perubahan pola pikir penyumbang
Ada persoalan dalam pola berderma masyarakat saat ini yang lebih banyak berupa pemberian langsung dan pemberian konsumtif. Bantuan kemanusiaan akibat banjir lebih banyak mendapat dana karena mengetuk hati dan populer. Sedangkan program untuk mencegah banjir, sepi pendonor karena dianggap tidak kelihatan langsung. Karena itulah sumbangan politis dan drama kegiatan emergensi terjadi setiap tahun. Padahal kerugian sangat besar dan dana emergensi yang keluar juga cukup besar. Agaknya masyarakat dan pemerintah lupa akan pepatah “lebih baik mencegah daripada mengobati.”

Sudah waktunya pola pikir penyumbang dirubah dari sekedar pemberian karitas menjadi pemberian jangka panjang yang mencoba mencegah terjadinya banjir. Misalnya program advokasi lingkungan, pendidikan pelestarian lingkungan, program reboisasi, penegakan hukum bagi perambah hutan, dan advokasi tata kota. Dan tentu saja program lingkungan ini tidak bisa sendirian, tapi terkait dengan program pemberdayaan masyarakat.

Organisasi filantropi harus lebih banyak berkiprah dalam upaya perubahan pola pikir donatur sehingga drama banjir dan karitas politis dapat diminimalisir.

Thursday, February 1, 2007

About this blog

These three subjects are my fields of study. I am a historian, focusing on history of Islam in Indonesia and now specializing on the study of philanthropy. My PhD research is about the history of Islamic philanthropy in Indonesia.

I created this blog because I want to collect my thoughts which are related to my study and research in one box separating from de carle family blog. I want to specialize de carle family blog for recording my own family stories and thougts regarding education and family life.

I actually want to move related postings on Islam and philantropy from de carle family to this blog. However, I do not know how to do it automatically without changing the old posting dates (because original dates are important for a historian). So, if you know, please let me know.

I created this blog also because I was and am stressful. Last week I finished one paper and today I have to finish one article. I also failed to rewrite one chapter this month. I broke my own promises and plans regarding thesis writing. Times run so fast...

At least my stressful was quite productive, isnt it? Otherwise you could not read this blog.

Salam...