Thursday, November 20, 2008

Seminar: Faith and the State: A History of Islamic Philanthropy in Indonesia

The ALC Brown Bag Seminar Series is proudly supported by:
Centre for Islamic Law and Society and
Asian Law Centre
Research Seminar Series

FAITH AND THE STATE:
A History of Islamic Philanthropy in Indonesia
Amelia Fauzia
PhD Candidate
The University of Melbourne

TOPIC
Zakat, sedekah (donation, giving) and waqf (religious
endowment) are forms of philanthropy practised by
Muslims in Indonesia, as well as in other parts of the
world. Managing Islamic philanthropy in Indonesia
has, however, long been a contested issue, with a
history of rivalry between faith and the state and
between active state involvement and keeping such
activities under the control of Muslim civil society,
which uses Islamic philanthropy to empower itself
and to promote social change.

In her presentation, Amelia Fauzia argues that
although political circumstances do influence the
development of Islamic philanthropy, the state
cannot successfully control it because Muslim
philanthropic practice is generated by the altruistic
and reciprocal nature of communities. In essence,
Islamic philanthropy remains in the hands of Muslim
civil society, irrespective of the political nature of the
state.

PRESENTER
Amelia Fauzia is currently a PhD candidate in
Islamic and Indonesian studies at the University of
Melbourne. She is also a lecturer at the State Islamic
University (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, and a
researcher at the Centre for the Study of Religion
and Culture at the same university. After receiving
her Masters degree from the University of Leiden,
The Netherlands, in 1998, Amelia started teaching
Islamic History of Indonesia at UIN Jakarta in 1999.
In 2002 she became a global research coordinator
for the Islamic Philanthropy for Social Justice in Muslim
Societies, a project covering Egypt, Indonesia, India,
Tanzania, Turkey and the United Kingdom. Amelia
contributed a chapter on women, philanthropy and
Islam to the recently published Indonesian Islam in a
New Era: How Women Negotiate their Muslim Identities
(Dr Susan Blackburn et al, Monash University Press,
2008).

When: Tuesday 5 August, 2008
1.00 – 2.15 PM
Where: Room GM19, Mezzanine Level
Melbourne Law School
185 Pelham St, Carlton
RSVP: Asian Law Centre
Tel: (03) 8344 6847
or
Register Online
http://alc.law.unimelb.edu.au/
Please bring your lunch (in a brown paper bag!) and a critical
mind to the seminars. Tea and coffee will be provide

Friday, March 21, 2008

Kep Menag No. 373 Pengganti 581

KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 373 TAHUN 2003

TENTANG

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 1999

TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : bahwa sehubungan dengan adanya perkembangan organisasi Departemen Agama Republik Indonesia, dipandang perlu meninjau kembali Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839;

2. Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 164, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3885;

3. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan ketiga Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;

4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden RI Nomor 45 Tahun 2002;

5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Departemen, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden RI Nomor 47 Tahun 2002;

6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2002 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Departemen Agama, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden RI Nomor 85 Tahun 2002;

7. Keputusan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama;

8. Keputusan Menteri Agama Nomor 373 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi dan Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota.

MEMUTUSKAN :

Dengan mencabut Keputusan menteri Agama Nomor 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Keputusan ini, yang dimaksud dengan :

1. Badan Amil Zakat adalah organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah dengan tugas mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama.

2. Lembaga Amil Zakat adalah institusi pengelola zakat yang dibentuk oleh masyarakat dan dikukuhkan oleh pemerintah untuk melakukan kegiatan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan Zakat sesuai dengan ketentuan agama.

3. Unit pengumpulan zakat adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh Badan Amil Zakat di semua tingkatan dengan tugas mengumpulkan zakat untuk melayani muzakki, yang berada pada desa/kelurahan, instansi-instansi pemerintah dan swasta, baik dalam negeri maupun luar negeri.

BAB II
SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA
BADAN AMIL ZAKAT

Bagian Kesatu
Susunan Organisasi

Pasal 2

1. Badan Amil Zakat meliputi Badan Amil Zakat Nasional, Badan Amil Zakat Daerah Propinsi, Badan Amil Zakat Daerah Kabupaten/Kota, dan Badan Amil Zakat Kecamatan.

2. Badan Amil Zakat terdiri dari unsur ulama, kaum cendekia, tokoh masyarakat, tenaga profesional dan wakil pemerintah.

3. Badan Amil Zakat Nasional berkedudukan di Ibukota Negara, Badan Amil Zakat Daerah Propinsi berkedudukan di Ibukota Propinsi, Badan Amil Zakat Kabupaten/Kota berkedudukan di Ibukota Kabupaten/Kota dan Badan Amil Zakat Daerah Kecamatan berkedudukan di Ibukota Kecamatan.

Paragraf 1
Badan Amil Zakat Nasional

Pasal 3

1. Badan Amil Zakat Nasional terdiri atas Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana.

2. Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ketua umum, dua orang ketua, seorang sekretaris umum, dua orang sekretaris, seorang bendahara, divisi pengumpulan, divisi pendistribusian, divisi pendayagunaan dan divisi pengembangan.

3. Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris dan sebanyak-banyaknya 10 (sepuluh) orang anggota.

4. Komisi Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ketua, seorang wakli ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris dan sebanyak-banyaknya 10 (sepuluh) orang anggota

Paragraf 2
Badan Amil Zakat Daerah

Pasal 4

1. Badan Amil Zakat Daerah Provinsi terdiri atas Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana.

2. Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ketua, dua orang wakil ketua, seorang sekretaris, dua orang wakil sekretaris, seorang bendahara, bidang pengumpulan, bidang pendistribusian, bidang pendayagunaan dan bidang pengembangan.

3. Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris dan sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang anggota.

4. Komisi Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ketua, seorang wakli ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris dan sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang anggota.

Pasal 5

1. Badan Amil Zakat Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana.

2. Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ketua, dua orang wakil ketua, seorang sekretaris, dua orang wakil sekretaris, seorang bendahara, seksi pengumpulan, seksi pendistribusian, seksi pendayagunaan dan seksi pengembangan.

3. Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang anggota.

4. Komisi Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ketua, seorang wakli ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang anggota.

Pasal 6

1. Badan Amil Zakat Daerah Kecamatan terdiri atas Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana.

2. Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris, seorang bendahara, urusan pengumpulan, urusan pendistribusian, urusan pendayagunaan dan urusan penyuluhan.

3. Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang anggota.

4. Komisi Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ketua, seorang wakli ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang anggota.

Pasal 7

Pejabat Departemen Agama yang membidangi Zakat dan Pejabat Pemerintah Daerah karena jabatannya sesuai tingkatan diangkat dalam kepengurusan Badan Amil Zakat.

Pasal 8

Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat Badan Amil Zakat di semua tingkatan membentuk Unit Pengumpul Zakat.

Bagian Kedua
Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab

Pasal 9

1. Badan Pelaksana Amil Zakat Nasional bertugas:

a. menyelenggarakan tugas administratif dan teknis pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat;

b. mengumpulkan dan mengolah data yang diperlukan untuk penyusunan rencana pengelolaan zakat;

c. menyelenggarakan tugas penelitian, pengembangan, komunikasi, informasi dan edukasi pengelolaan Zakat;

d. Membentuk dan mengukuhkan Unit Pengumpul Zakat sesuai wilayah operasional.

2. Dewan Pertimbangan Badan Amil Zakat Nasional bertugas memberikan pertimbangan kepada Badan Pelaksana baik diminta maupun tidak dalam pelaksanaan tugas organisasi.

3. Komisi Pengawas Badan Amil Zakat Nasional bertugas :

a. melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan tugas Badan Pelaksana dalam pengelolaan Zakat;

b. menunjuk akuntan publik untuk melakukan audit pengelolaan keuangan zakat.

Pasal 10

1. Badan Pelaksana Amil Zakat Daerah Provinsi bertugas:

a. menyelenggarakan tugas administratif dan teknis pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat;

b. mengumpulkan dan mengolah data yang diperlukan untuk penyusunan rencana pengelolaan zakat;

c. menyelenggarakan tugas penelitian, pengembangan, komunikasi, informasi dan edukasi pengelolaan zakat;

d. membentuk dan mengukuhkan Unit Pengumpul Zakat sesuai wilayah operasional.

2. Dewan Pertimbangan Badan Amil Zakat Daerah Provinsi bertugas memberikan pertimbangan kepada Badan Pelaksana baik diminta maupun tidak dalam pelaksanaan tugas organisasi.

3. Komisi Pengawas Badan Amil Zakat Daerah Provinsi bertugas :

a. melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan tugas Badan Pelaksana dalam pengelolaan Zakat;

b. menunjuk akuntan publik untuk melakukan audit pengelolaan keuangan zakat.

Pasal 11

1. Badan Pelaksana Amil Zakat Daerah Kabupaten/Kota bertugas:

a. Menyelenggarakan tugas administratif dan teknis pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat;

b. Mengumpulkan dan mengolah data yang diperlukan untuk penyusunan rencana pengelolaan zakat;

c. menyelenggarakan tugas penelitian, pengembangan, komunikasi, informasi dan edukasi pengelolaan zakat;

d. membentuk dan mengukuhkan Unit Pengumpul Zakat sesuai wilayah operasional.

2. Dewan Pertimbangan Badan Amil Zakat Daerah Kabupaten/Kota bertugas memberikan pertimbangan kepada Badan Pelaksana baik diminta maupun tidak dalam pelaksanaan tugas organisasi.

3. Komisi Pengawas Badan Amil Zakat Daerah Kabupaten/Kota bertugas:

a. melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan tugas Badan Pelaksana dalam pengelolaan Zakat;

b. menunjuk akuntan publik untuk melakukan audit pengelolaan keuangan zakat.

Pasal 12

1. Badan Pelaksana Amil Zakat Daerah Kecamatan bertugas:

a. Menyelenggarakan tugas administratif dan teknis pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat;

b. Mengumpulkan dan mengolah data yang diperlukan untuk penyusunan rencana pengelolaan zakat;

c. menyelenggarakan tugas penelitian, pengembangan, komunikasi, informasi dan edukasi pengelolaan zakat;

d. membentuk dan mengukuhkan Unit Pengumpul Zakat sesuai wilayah operasional.

2. Dewan Pertimbangan Badan Amil Zakat Daerah Kecamatan bertugas memberikan pertimbangan kepada Badan Pelaksana baik diminta maupun tidak dalam pelaksanaan tugas organisasi.

3. Komisi Pengawas Badan Amil Zakat daerah Kecamatan bertugas melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan tugas Badan Pelaksana dalam pengelolaan zakat.

Pasal 13

Masa tugas kepengurusan Badan Amil Zakat adalah selama 3 (tiga) tahun.

Pasal 14

1. Ketua Badan Pelaksana Badan Amil Zakat di semua tingkatan bertindak dan bertanggung jawab untuk dan atas nama Badan Amil Zakat baik ke dalam maupun ke luar.

2. Untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, Badan Pelaksana Badan Amil Zakat di semua tingkatan dalam melaksanakan tugasnya secara profesional dan fulltime.

Bagian Ketiga
Tata Kerja

Pasal 15

Dalam melaksanakan tugasnya masing-masing Badan Amil Zakat di semua tingkatan menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi di lingkungan masing-masing, serta melakukan konsultasi dan memberikan informasi antar Badan Amil Zakat di semua tingkatan.

Pasal 16

Setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan Badan Amil Zakat bertanggung jawab memimpin, mengkoordinasikan, memberi bimbingan dan petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahan masing-masing.

Pasal 17

Setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan Badan Amil Zakat wajib mengikuti dan mematuhi ketentuan serta bertanggung jawab kepada atasan masing-masing dan menyampaikan laporan berkala tepat pada waktunya.

Pasal 18

Setiap kepala divisi/bidang/seksi/urusan Badan Amil Zakat menyampaikan laporan kepada ketua Badan Amil Zakat melalui sekretaris, dan sekretaris menampung laporan-laporan tersebut serta menyusun laporan berkala Badan Amil Zakat.

Pasal 19

Setiap laporan yang diterima oleh pimpinan Badan Amil Zakat wajib diolah dan digunakan sebagai bahan untuk penyusunan laporan lebih lanjut dan untuk memberikan arahan kepada bawahan.

Pasal 20

Dalam melaksanakan tugasnya setiap pimpinan satuan organisasi Badan Amil Zakat dibantu oleh kepala satuan organisasi di bawahnya dan dalam rangka pemberian bimbingan kepada bawahan masing-masing wajib mengadakan rapat berkala.

BAB III
PENGUKUHAN LEMBAGA AMIL ZAKAT

Pasal 21

1. Pengukuhan Lembaga Amil Zakat dilakukan oleh Pemerintah.

2. Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a. di Pusat oleh Menteri Agama.

b. di Daerah Propinsi oleh Gubernur atas usul Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi.

Pasal 22

Pengukuhan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 dilakukan atas permohonan Lembaga Amil Zakat setelah memenuhi kriteria dan persyaratan sebagai berikut:

a. Permohonan untuk dikukuhkan sebagai Lembaga Amil Zakat dapat diajukan oleh masyarakat dengan kriteria sebagai organisasi Islam dan atau Lembaga Dakwah yang bergerak di bidang dakwah, pendidikan, sosial dan kemaslahatan umat Islam.

b. Persyaratan untuk dapat dikukuhkan sebagai Lembaga Amil Zakat tingkat Pusat adalah :

1. berbadan hukum;

2. memiliki data muzakki dan mustahiq;

3. telah beroperasi minimal selama 2 tahun;

4. memiliki laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik selama 2 tahun terakhir

5. memiliki wilayah operasi secara nasional minimal 10 provinsi;

6. mendapat rekomendasi dari Forum Zakat (FOZ);

7. telah mampu mengumpulkan dana Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dalam satu tahun;

8. melampirkan surat pernyataan bersedia disurvei oleh Tim yang dibentuk oleh Departemen Agama dan diaudit oleh akuntan publik;

9. dalam melaksanakan kegiatan bersedia berkoordinasi dengan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Departemen Agama;

c. Persyaratan untuk dapat dikukuhkan sebagai Lembaga Amil Zakat tingkat Propinsi adalah :

1. berbadan hukum;

2. memiliki data muzakki dan mustahiq;

3. telah beroperasi minimal selama 2 tahun;

4. memiliki laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik selama 2 tahun terakhir

5. memiliki wilayah operasional minimal 40% dari jumlah Kabupaten/Kota di Propinsi tempat lembaga berada;

6. mendapat rekomendasi dari Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi setempat;

7. telah mampu mengumpulkan dana Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dalam satu tahun;

8. melampirkan surat pernyataan bersedia disurvei oleh Tim yang dibentuk oleh Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi dan diaudit oleh akuntan publik;

9. dalam melaksanakan kegiatan bersedia berkoordinasi dengan Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) dan Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi wilayah operasional.

Pasal 23

Pengukuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dilaksanakan setelah terlebih dahulu dilakukan penelitian persyaratan.

Pasal 24

Pengukuhan tidak disetujui dan atau dibatalkan dan dicabut, apabila :

a. Pengajuan permohonan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 dan pasal 23.

b. Tidak memenuhi kelayakan sebagai Lembaga Amil Zakat.

BAB IV
LINGKUP KEWENANGAN PENGUMPULAN ZAKAT

Pasal 25

Lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh Badan Amil Zakat sesuai tingkatan, sebagai berikut:

a. Badan Amil Zakat Nasional mengumpulkan zakat dari muzakki pada instansi/lembaga pemerintah tingkat pusat, swasta nasional dan luar negeri;

b. Badan Amil Zakat Daerah Propinsi mengumpulkan zakat dari muzakki pada instansi/lembaga pemerintah dan swasta, perusahaan-perusahaan dan dinas Daerah Provinsi.

c. Badan Amil Zakat Daerah Kabupaten/Kota mengumpulkan zakat dari muzakki pada instansi/lembaga pemerintah dan swasta, perusahaan-perusahaan dan dinas Daerah Kabupaten/Kota.

d. Badan Amil Zakat Daerah Kecamatan mengumpulkan zakat dari muzakki pada instansi/lembaga pemerintah dan swasta, perusahaan-perusahaan kecil dan pedagang serta pengusaha di pasar.

Pasal 26

Pembayaran zakat dapat dilakukan kepada Unit Pengumpul Zakat pada Badan Amil Zakat Nasional, Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota dan Kecamatan secara langsung atau melalui rekening pada bank.

Pasal 27

Lingkup kewenangan pengumpulan zakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 termasuk zakat fitrah dan harta selain zakat seperti: infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris dan kafarat.

BAB V
PERSYARATAN PROSEDUR PENDAYAGUNAAN HASIL

PENGUMPULAN ZAKAT

Pasal 28

1. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk mustahiq dilakukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut:

a. hasil pendataan dan penelitian kebenaran mustahiq delapan ashnaf yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, sabilillah, dan ibnussabil;

b. mendahulukan orang-orang yang paling tidak berdaya memenuhi kebutuhan dasar secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan;

c. mendahulukan mustahiq dalam wilayahnya masing-masing.

2. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha yang produktif dilakukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut:

a. apabila pendayagunaan zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sudah terpenuhi dan ternyata masih terdapat kelebihan;

b. terdapat usaha-usaha nyata yang berpeluang menguntungkan;

c. mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Pertimbangan.

Pasal 29

Prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha produktif ditetapkan sebagai berikut:

a. melakukan studi kelayakan;

b. menetapkan jenis usaha produktif;

c. melakukan bimbingan dan penyuluhan;

d. melakukan pemantauan, pengendalian dan pengawasan;

e. mengadakan evaluasi; dan

f. membuat pelaporan.

Pasal 30

Hasil penerimaan infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris dan kafarat didayagunakan terutama untuk usaha produktif setelah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 29.

BAB VI
PELAPORAN

Pasal 31

Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) memberikan laporan tahunan pelaksanaan tugasnya kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun.

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 32

1. Hal-hal yang belum diatur dalam Keputusan ini akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaran Haji Departemen Agama.

2. Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 Juli 2003

MENTERI AGAMA RI

ttd.

PROF. DR. H. SAID AGIL HUSIN AL MUNAWAR, MA

Tembusan Yth.

1. Presiden RI;

2. Badan Pemeriksa Keuangan;

3. Para Menteri Kabinet Gotong Royong;

4. Sekjen DPR RI;

5. Sekjen/Irjen/Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji/Dirjen Kelembagaan Agama Islam/Kepala Balitbang Agama dan Diklat Keagamaan/Staf Ahli Menteri Agama;

6. Para Gubernur Provinsi seluruh Indonesia;

7. Rektor Institut Agama Islam Negeri/Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri, seluruh Indonesia;

8. Para Karo/Sekretaris/Direktur/Inspektur/Kepala Puslit di Lingkungan Departeman Agama

9. Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi seluruh Indonesia;

10. Bupati/Walikota Kabupaten/Kota seluruh Indonesia;

11. Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota seluruh Indonesia.

Saturday, March 8, 2008

Undang-Undang Pengelolaan Zakat no 38 Th 1999

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 38 TAHUN 1999
TENTANG
PENGELOLAAN ZAKAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a. bahwa negara Republik Indonesia menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
beribadat menurut agamanya masing-masing;
b. bahwa penunaian zakat merupakan kewajiban umat Islam Indoneia yang mampu dan hasil
pengumpulan zakat merupakan sumber dana yang potensial bagi upaya mewujudkan
kesejahteraan masyarakat;
c. bahwa zakat merupakan pranata keagamaan untuk mewujudkan keadilan bagi seluruh
rakyat Indonesia dengan memperhatikan masyarakat yang kurang mampu;
d. bahwa upaya penyempurnaan sistem pengelolaan zakat perlu terus ditingkatkan agar
pelaksanaan zakat lebih berhasil guna dan berdaya guna serta dapat
dipertanggungjawabkan;
e. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut pada butir a, b, c, dan d perlu dibentuk Undangundang
Pengelolaan Zakat

Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 29, dan Pasal 34 Undang-undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok
Reformasi Pembangunan dalam rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional
sebagai Haluan Negara;
3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3400);
4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Derah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839.

Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap
pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat.
2. Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang musli atau badan yang dimiliki oleh
orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya.
3. Muzakki adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang muslim yang berkewajiban
menunaikan zakat.
4. Mustahiq adalah orang atau badan yang berhak menerima zakat.
5. Agama adalah agama Islam.
6. Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang
agama.

Pasal 2
Setiap warga negara Indonesia yang beragama Islam dan mampu atau badan yang dimiliki oleh
orang muslim berkewajiban menunaikan zakat.

Pasal 3
Pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan dan pelayanan kepada
muzakki, mustahiq dan amil zakat.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 4

Pengelolaan zakat berasaskan iman dan takwa, keterbukaan dan kepastian hukum sesuai denga
Pancasila dan Undang-undang Dasaar 1945.

Pasal 5
Pengelolaan zakat bertujuan :
1. meningkatnya pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan
agama;
2. meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.
3. meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat.

BAB III
ORGANISASI PENGELOLAAN ZAKAT

Pasal 6

(1) Pengelolaan zakat dilakukan oleh badan amil zakat yang dibentuk oleh pemerintah.
(2) Pembentukan badan amil zakat :
a. nasional oleh Presiden atas usul Menteri;
b. daerah propinsi oleh gubernur atas usul kepala kantor wilayah departemen agama
propinsi;
c. daerah kabupaten atau daerah kota oleh bupati atau wali kota atas usul kepala kantor
departemen agama kabupaten atau kota;
d. kecamatan oleh camat atas usul kepala kantor urusan agama kecamatan.
(3) Badan amil zakat di semua tingkatan memiliki hubungan kerja yang bersifat koordinatif,
konsultatif dan informatif.
(4) Pengurus badan amil zakat terdiri atas unsur masyarakat dan pemerintah yang memenuhi
persyaratan tertentu.
(5) Organisasi badan amil zakat terdiri atas unsur pertimbangan, unsur pengawas dan unsur
pelaksana.

Pasal 7
(1) Lembaga amil zakat dikukuhkan, dibina, dan dilindungi oleh pemerintah.
(2) Lembaga amil zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan
yang diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 8

Badan amil zakat sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 dan lembaga amil zakat sebagaimana
dimaksud pada Pasal 7 mempunyai tugas pokok mengumpulkan, mendistribusikan dan
mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama.

Pasal 9
Dalam melaksanakan tugasnya, badan amil zakat dan lembaga amil zakat bertanggung jawab
kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya.

Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi dan tata kerja badan amil zakat ditetapkan
dengan keputusan menteri.

BAB IV
PENGUMPULAN ZAKAT

Pasal 11

(1) Zakat terdiri atas zakat mal dan zakat fitrah.
(2) Harta yang dikenai zakat adalah :
a. emas, perak dan uang;
b. perdagangan dan perusahaan;
c. Hasil pertanian, perkebunan dan perikanan;
d. Hasil pertambangan;
e. Hasil peternakan;
f. Hasil pendapatan dan jasa;
g. tikaz
(3) Penghitungan zakat mal menurut nishab, kadar dan waktunya ditetapkan berdasarkan
hukum agama.

Pasal 12
(1) Pengumpulan zakat dilakukan oleh badan amil zakat dengan cara menerima atau mengambil
dari muzakki atas dasar pemberitahuan muzakki.
(2) Badan amil zakat dapat bekerja sama dengan bank dalam pengumpulan zakat harta
muzakki yang berada di bank atas permintaan muzakki.

Pasal 13
Badan amil zakat dapat menerima harta selain zakat seperti infaq, shadaqah, wasiat waris dan
kafarat.

Pasal 14
(1) Muzakki melakukan penghitungan sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya berdasarkan
hukum agama.
(2) Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri hartaya dan kewajiban zakatnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), muzakki dapat meminta bantuan kepada badan amil zakat atau
badan amil zakat memberikan bantuan kepada muzakki untuk menghitungnya.
(3) Zakat yang telah dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat dikurangkan
dari laba/pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 15
Lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh badan amil zakat ditetapkan dengan keputusan
menteri.

BAB V
PENDAYAGUNAAN ZAKAT

Pasal 16

(1) Hasil pengumpulan zakat didayagunakan untuk mustahiq sesuai dengan ketentuan agama.
(2) Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahiq
dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif.
(3) Persyaratan dan prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) diatur dengan keputusan menteri.

Pasal 17
Hasil penerimaan infaq, shadaqah, wasiat, waris dan kafarat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 didayagunakan terutama untuk usaha yang produktif.

BAB VI
PENGAWASAN

Pasal 18

(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas badan amil zakat dilakukan oleh unsur pengawas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5).
(2) Pimpinan unsur pengawas dipilih langsung oleh anggota.
(3) Unsur pengawas berkedudukan di semua tingkatan badan amil zakat.
(4) Dalam melakukan pemeriksaan keuangan badan amil zakat, unsur pengawas dapat meminta
bantuan akuntan publik.

Pasal 19
Badan amil zakat memberikan laporan tahunan pelaksanaan tugasnya kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai
dengan tingkatannya.

Pasal 20
Masyarakat dapat berperan serta dalam pengawasan badan amil zakat dan lembaga amil zakat.

BAB VII
SANKSI

Pasal 21

(1) Setiap pengelola zakat yang karena kelalaiannya tidak mencatat atau mencatat dengan tidak
benar harta zakat, infaq, shadaqah, wasiat, hibah, waris dan kafarat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8, Pasal 12, Pasal 13 dalam Undang-undang ini diancam dengan hukuman
kurungan selama-lamanya tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.
3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
(2) Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) di atas merupakan pelanggaran.
(3) Setiap petugas badan amil zakat dan petugas lembaga amil zakat yang melakukan tindak
pidana kejahatan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

BAB VIII
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN

Pasal 22

Dalam hal muzakki berada atau menetap di luar negeri, pengumpulan zakatnya dilakukan oleh
unit pengumpul zakat pada perwakilan Republik Indonesia, yang selanjutnya diteruskan kepada
badan amil zakat nasional.

Pasal 23
Dalam menunjang pelaksanaan tugas badan amil zakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,
pemerintah wajib membantu operasional badan amil zakat.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 24

(1) Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur pengelolaan zakat masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru
berdasarkan Undang-undang ini.
(2) Selambat-lambatnya dua tahun sejak diundangkannya Undang-undang ini, setiap organisasi
pengelolaan zakat yang telah ada wajib menyesuaikan menurut ketentuan Undang-undang
ini.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 25

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 23 Desember 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 September 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS
NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
MULADI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 164



PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 38 TAHUN 1999
TENTANG
PENGELOLAAN ZAKAT

I. UMUM
Memajukan kesejahteraan umum merupakan salah satu tujuan nasional negara Republik
Indonesia yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Untuk
mewujudkan tujuan nasional tersebut, bangsa Indonesia senantiasa melaksanakan
pembangunan yang bersifat fisik materiil mental spiritual, antara lain melalui pembangunan di
bidang agama yang mencakup terciptanya suasana kehidupan beragama yang penuh
keimanan dan ketakwaan terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa, meningkatnya akhlak
mulia, terwujudnya kerukunan hidup umat beragama yang dinamis sebagai landasan
persatuan dan kesatuan bangsa, dan meningkatnya peran serta masyarakat dalam
pembangunan nasional. Guna mencapai tujuan tersebut, perlu dilakukan berbagai upaya,
antara lain dengan menggali dan memanfaatkan dana melalui zakat.

Zakat sebagai rukun Islam merupakan kewajiban setiap muslim yang mampu untuk
membayarnya dan diperuntukan bagi mereka yang berhak menerimanya. Dengan
pengelolaan yang baik, zakat merupakan sumber dana potensial yang dapat dimanfaatkan
untuk memajukan kesejahteraan umum bagi seluruh masyarakat.

Agar dapat menjadi sumber dana yang dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat
terutama untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dan menghilangkan kesenjangan
sosial, perlu adanya pengelolaan zakat secara profesioanal dan bertanggung jawab yang
dilakukan oleh masyarakat bersama pemerintah. Dalam hal ini pemerintah berkewajiban
memberikan perlindungan, pembinaan dan pelayanan kepada muzakki, mustahiq dan
pengelola zakat. Untuk maksud tersebut, perlu adanya Undang-undnag Pengelolaan Zakat
yang berasaskan iman dan takwa dalam rangka mewujudkan keadilan sosial, kemaslahatan,
keterbukaan dan kepastian hukum sebagai pengamalan Pancasila dan Undang-undang
Dasar 1945.

Tujuan pengelolaan zakat adalah meningkatnya kesadaran masyarakat dalam penunaian dan
dalam pelayanan ibadah zakat, meningkatnya fungsi dan perananan pranata keagamaan
dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial, serta
meningkatnya hasi guna dan daya guna zakat.

Undang-undang tentang Pengelolaan Zakat juga mencakup pengelolaan infaq, shadaqah,
wasiat, waris, hibah, dan kafarat dengan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengawasan agar menjadi pedoman bagi muzakki dan mustahiq, baik perseorangan maupun
badan hukum dan/atau badan usaha.

Untuk menjamin pengelolaan zakat sebagai amanah agama, dalam Undang-undang ini
ditentukan adanya unsur pertimbangan dan unsur pengawas yang terdiri atas ulama, kaum
cendikia, masyarakat dan pemerintah serta adanya sanksi hukum terhadap pengelola.
Dengan dibentuknya Undang-undang tentang Pengelolaan zakat, diharapkan dapat
ditingkatkan kesadaran muzakki untuk menunaikan kewajiban zakat dalam rangka
menyucikan diri terhadap harta yang dimilikinya, mengangkat derajat mustahiq, dan
meningkatnya keprofesionalan pengelola zakat, yang semuanya untuk mendapatkan ridha
Allah SWT.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Yang dimaksud dengan warga negara Indonesia adalah warga negara Indonesia yang
berada atau menetap baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Yang dimaksud dengan
mampu adalah mampu sesuai dengan ketentuan agama.

Pasal 3

Yang dimaksud dengan amil zakat adalah pengeola zakat yang diorganisasikan dalam suatu
badan atau lembaga.

Pasal 4

Cukup jelas

Pasal 5

Cukup jelas

Pasal 6

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pemerintah adalah pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Pemerintah pusat membentuk badan amil zakat Nasional yang berkedudukan di ibu kota
negara. Pemerintah daerah membentuk badan amil zakat daerah yang berkedudukan di ibu
kota propinsi, kabupaten atau kota dan kecamatan.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Badan amil zakat kecamatan dapat membentuk unit pengumpul zakat di desa atau di
kelurahan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan masyarakat ialah ulama, kaum cendekia dan tokoh masyarakat
setempat. Yang dimaksud dengan memenuhi persyaratan tertentu antara lain memiliki sifat
amanah, adil, berdedikasi, profesional, dan berintegritas tinggi.
Ayat (5)
Unsur pertimbangan dan unsur pengawas terdiri atas para ulama, kau cendekia, tokoh
masyarakat dan wakil pemerintah. Unsur pelaksana terdiri atas unit administrasi, unit
pengumpul, unit pendistribusi, dan unit lain sesuai dengan kebutuhan. Untuk meningkatkan
layanan kepada masyarakat, dapat dibentuk unit pengumpul zakat sesuai dengan kebutuhan
di instansi pemerintah dan swasta, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Pasal 7
Ayat (1)
Lembaga amil zakat adalah institusi pengelolaan zakat yang sepenuhnya dibentuk atas
prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 8

Agar tugas pokok lebih berhasil guna dan berdaya guna, badan amil zakat perlu melakukan
tugas lain, seperti penyuluhan dan pemantauan.

Pasal 9
Cukup jelas

Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Zakat mal adalah baigan harta yang disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki
oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya. Zakat fitrah adalah sejumlah bahan makanan pokok yang dikeluarkan pada
bulan Ramadhan oleh setiap orang muslim bagi dirinya dan bagi orang yang ditanggungnya
yang memiliki kelebihan makanan untuk sehari pada hari raya Idul Fitri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Nishab adalah jumlah minimal harta kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya. Kadar
zakat adalah besarnya perhitungan atau presentase zakat yang harus dikeluarkan. Waktu
zakat dapat terdiri atas haul atau masa pemilikan harta kekayaan selama dua belas bulan
Qomariah, tahun Qomariah, panen atau pada saat menemukan tikaz.

Pasal 12
Ayat (1)
Dalam melaksanakan tugasnya, badan amil zakat harus bersifat proaktif melalui kegiatan
komunikasi, informasi dan edukasi.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan bekerja sama dengan bank dalam pengumpulan zakat adalah
memberi kewenangan kepada bank berdasarkan persetujuan nasabah selaku muzakki untuk
memungut zakat harta simpanan muzakki yang kemudian diserahkan kepada badan amil
zakat.

Pasal 13
Dalam ketentuan yang dimaksud dengan :
infaq adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan di luar zakat untuk
kemaslahatan umum.
Shadaqah adalah harta yang dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh
orang muslim, di luar zakat untuk kemaslahatan umum.
Hibah adalah pemberian uang atau barang oleh seorang atau badan yang dilaksanakan pada
waktu orang itu hidup kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat.
Wasiat adalah pesan untuk memberikan suatu barang kepada badan ail zakat atau lembaga
amil zakat, pesan itu baru dilaksanakan sesudah pemberi wasiat meninggal dunia dan
sesudah diselesaikan penguburannya dan pelunasan utang-utangnya jika ada.
Waris adalah haarta tinggalan seorang yang beragama islam, yang diserahkan kepada badan
amil zakat atau lembaga amil zakat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Kafaat adalah dendda wajib yang dibayar kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat
oleh orang yang melanggar ketentuan agama.

Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pengurangan zakat dari laba/pendapatan sisa kena pajak dimaksudkan agar wajib pajak
tidak terkena beban ganda, yakni kewajiban membayar zakat dan pajak. Kesadaran
membayar zakat dapat memacu kesadaran membayar pajak.

Pasal 15
Cukup jelas

Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Mustahiq delapan ashnaf ialah fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, shabilillah, dan
ibnussabil yang di dalam aplikasinya dapat meliputi orang-orang yang paling tidak berdaya
secara ekonomi seperti anak yatim, orang jompo, penyandang cacat, orang yang menuntut
ilmu, pondok pesantren, anak terlantar, orang yang terlilit utang, pengungsi yang terlantar
dan korban bencana alam.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 17
Pendayagunaan infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris dan kafarat diutamakan untuk usaha
yang produktif agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pengadministrasian keuangannya dipisahkan dari pengadministrasian keuangan zakat.

Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat 4
Cukup jelas

Pasal 19
Cukup jelas

Pasal 20
Peran serta masyarakat diwujudkan dalam bentuk :
a. memperoleh informasi tentang pengelolaan zakat yang dikelola oleh badan amil zakat
dan lembaga amil zakat;
b. menyampaikan saran dan pendapat kepada badan amil zakat dan lembaga amil zakat;
c. memberikan laporan atas terjadinya penyimpangan pengelolaan zakat.

Pasal 21
Cukup jelas

Pasal 22
Cukup jelas

Pasal 23
Cukup jelas

Pasal 24
Ayat (1)
Selama ini ketentuan tentang pengelolaan zakat diatur dengan keputusan dan instruksi
menteri. Keputusan tersebut adalah keputusan bersama menteri dalam negeri Republik
Indonesia dan menteri agama Republik Indonesia Nomor 29 dan 47 Tahun 1991 tentang
Pembinaan Badan Amil Zakat, Infaq dan shadaqah diikuti dengan instruksi menteri agama
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1991 tentang Pembinaan Teknis Badan Amil Zakat,
Infaq dan Shadaqah dan instruksi menteri dalam negeri Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
1998 tentang Pembinaan Umum Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 25
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3885