KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 373 TAHUN 2003
TENTANG
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 1999
TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : bahwa sehubungan dengan adanya perkembangan organisasi Departemen Agama Republik Indonesia, dipandang perlu meninjau kembali Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839;
2. Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 164, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3885;
3. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan ketiga Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden RI Nomor 45 Tahun 2002;
5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Departemen, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden RI Nomor 47 Tahun 2002;
6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2002 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Departemen Agama, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden RI Nomor 85 Tahun 2002;
7. Keputusan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama;
8. Keputusan Menteri Agama Nomor 373 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi dan Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota.
MEMUTUSKAN :
Dengan mencabut Keputusan menteri Agama Nomor 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan ini, yang dimaksud dengan :
1. Badan Amil Zakat adalah organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah dengan tugas mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama.
2. Lembaga Amil Zakat adalah institusi pengelola zakat yang dibentuk oleh masyarakat dan dikukuhkan oleh pemerintah untuk melakukan kegiatan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan Zakat sesuai dengan ketentuan agama.
3. Unit pengumpulan zakat adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh Badan Amil Zakat di semua tingkatan dengan tugas mengumpulkan zakat untuk melayani muzakki, yang berada pada desa/kelurahan, instansi-instansi pemerintah dan swasta, baik dalam negeri maupun luar negeri.
BAB II
SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA
BADAN AMIL ZAKAT
Bagian Kesatu
Susunan Organisasi
Pasal 2
1. Badan Amil Zakat meliputi Badan Amil Zakat Nasional, Badan Amil Zakat Daerah Propinsi, Badan Amil Zakat Daerah Kabupaten/Kota, dan Badan Amil Zakat Kecamatan.
2. Badan Amil Zakat terdiri dari unsur ulama, kaum cendekia, tokoh masyarakat, tenaga profesional dan wakil pemerintah.
3. Badan Amil Zakat Nasional berkedudukan di Ibukota Negara, Badan Amil Zakat Daerah Propinsi berkedudukan di Ibukota Propinsi, Badan Amil Zakat Kabupaten/
Paragraf 1
Badan Amil Zakat Nasional
Pasal 3
1. Badan Amil Zakat Nasional terdiri atas Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana.
2. Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ketua umum, dua orang ketua, seorang sekretaris umum, dua orang sekretaris, seorang bendahara, divisi pengumpulan, divisi pendistribusian, divisi pendayagunaan dan divisi pengembangan.
3. Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris dan sebanyak-banyaknya 10 (sepuluh) orang anggota.
4. Komisi Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ketua, seorang wakli ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris dan sebanyak-banyaknya 10 (sepuluh) orang anggota
Paragraf 2
Badan Amil Zakat Daerah
Pasal 4
1. Badan Amil Zakat Daerah Provinsi terdiri atas Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana.
2. Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ketua, dua orang wakil ketua, seorang sekretaris, dua orang wakil sekretaris, seorang bendahara, bidang pengumpulan, bidang pendistribusian, bidang pendayagunaan dan bidang pengembangan.
3. Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris dan sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang anggota.
4. Komisi Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ketua, seorang wakli ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris dan sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang anggota.
Pasal 5
1. Badan Amil Zakat Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana.
2. Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ketua, dua orang wakil ketua, seorang sekretaris, dua orang wakil sekretaris, seorang bendahara, seksi pengumpulan, seksi pendistribusian, seksi pendayagunaan dan seksi pengembangan.
3. Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris dan sebanyak-banyaknya 5 (
4. Komisi Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ketua, seorang wakli ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris dan sebanyak-banyaknya 5 (
Pasal 6
1. Badan Amil Zakat Daerah Kecamatan terdiri atas Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana.
2. Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris, seorang bendahara, urusan pengumpulan, urusan pendistribusian, urusan pendayagunaan dan urusan penyuluhan.
3. Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris dan sebanyak-banyaknya 5 (
4. Komisi Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ketua, seorang wakli ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris dan sebanyak-banyaknya 5 (
Pasal 7
Pejabat Departemen Agama yang membidangi Zakat dan Pejabat Pemerintah Daerah karena jabatannya sesuai tingkatan diangkat dalam kepengurusan Badan Amil Zakat.
Pasal 8
Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat Badan Amil Zakat di semua tingkatan membentuk Unit Pengumpul Zakat.
Bagian Kedua
Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab
Pasal 9
1. Badan Pelaksana Amil Zakat Nasional bertugas:
a. menyelenggarakan tugas administratif dan teknis pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat;
b. mengumpulkan dan mengolah data yang diperlukan untuk penyusunan rencana pengelolaan zakat;
c. menyelenggarakan tugas penelitian, pengembangan, komunikasi, informasi dan edukasi pengelolaan Zakat;
d. Membentuk dan mengukuhkan Unit Pengumpul Zakat sesuai wilayah operasional.
2. Dewan Pertimbangan Badan Amil Zakat Nasional bertugas memberikan pertimbangan kepada Badan Pelaksana baik diminta maupun tidak dalam pelaksanaan tugas organisasi.
3. Komisi Pengawas Badan Amil Zakat Nasional bertugas :
a. melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan tugas Badan Pelaksana dalam pengelolaan Zakat;
b. menunjuk akuntan publik untuk melakukan audit pengelolaan keuangan zakat.
Pasal 10
1. Badan Pelaksana Amil Zakat Daerah Provinsi bertugas:
a. menyelenggarakan tugas administratif dan teknis pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat;
b. mengumpulkan dan mengolah data yang diperlukan untuk penyusunan rencana pengelolaan zakat;
c. menyelenggarakan tugas penelitian, pengembangan, komunikasi, informasi dan edukasi pengelolaan zakat;
d. membentuk dan mengukuhkan Unit Pengumpul Zakat sesuai wilayah operasional.
2. Dewan Pertimbangan Badan Amil Zakat Daerah Provinsi bertugas memberikan pertimbangan kepada Badan Pelaksana baik diminta maupun tidak dalam pelaksanaan tugas organisasi.
3. Komisi Pengawas Badan Amil Zakat Daerah Provinsi bertugas :
a. melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan tugas Badan Pelaksana dalam pengelolaan Zakat;
b. menunjuk akuntan publik untuk melakukan audit pengelolaan keuangan zakat.
Pasal 11
1. Badan Pelaksana Amil Zakat Daerah Kabupaten/Kota bertugas:
a. Menyelenggarakan tugas administratif dan teknis pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat;
b. Mengumpulkan dan mengolah data yang diperlukan untuk penyusunan rencana pengelolaan zakat;
c. menyelenggarakan tugas penelitian, pengembangan, komunikasi, informasi dan edukasi pengelolaan zakat;
d. membentuk dan mengukuhkan Unit Pengumpul Zakat sesuai wilayah operasional.
2. Dewan Pertimbangan Badan Amil Zakat Daerah Kabupaten/
3. Komisi Pengawas Badan Amil Zakat Daerah Kabupaten/Kota bertugas:
a. melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan tugas Badan Pelaksana dalam pengelolaan Zakat;
b. menunjuk akuntan publik untuk melakukan audit pengelolaan keuangan zakat.
Pasal 12
1. Badan Pelaksana Amil Zakat Daerah Kecamatan bertugas:
a. Menyelenggarakan tugas administratif dan teknis pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat;
b. Mengumpulkan dan mengolah data yang diperlukan untuk penyusunan rencana pengelolaan zakat;
c. menyelenggarakan tugas penelitian, pengembangan, komunikasi, informasi dan edukasi pengelolaan zakat;
d. membentuk dan mengukuhkan Unit Pengumpul Zakat sesuai wilayah operasional.
2. Dewan Pertimbangan Badan Amil Zakat Daerah Kecamatan bertugas memberikan pertimbangan kepada Badan Pelaksana baik diminta maupun tidak dalam pelaksanaan tugas organisasi.
3. Komisi Pengawas Badan Amil Zakat daerah Kecamatan bertugas melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan tugas Badan Pelaksana dalam pengelolaan zakat.
Pasal 13
Masa tugas kepengurusan Badan Amil Zakat adalah selama 3 (tiga) tahun.
Pasal 14
1. Ketua Badan Pelaksana Badan Amil Zakat di semua tingkatan bertindak dan bertanggung jawab untuk dan atas nama Badan Amil Zakat baik ke dalam maupun ke luar.
2. Untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, Badan Pelaksana Badan Amil Zakat di semua tingkatan dalam melaksanakan tugasnya secara profesional dan fulltime.
Bagian Ketiga
Tata Kerja
Pasal 15
Dalam melaksanakan tugasnya masing-masing Badan Amil Zakat di semua tingkatan menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi di lingkungan masing-masing, serta melakukan konsultasi dan memberikan informasi antar Badan Amil Zakat di semua tingkatan.
Pasal 16
Setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan Badan Amil Zakat bertanggung jawab memimpin, mengkoordinasikan, memberi bimbingan dan petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahan masing-masing.
Pasal 17
Setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan Badan Amil Zakat wajib mengikuti dan mematuhi ketentuan serta bertanggung jawab kepada atasan masing-masing dan menyampaikan laporan berkala tepat pada waktunya.
Pasal 18
Setiap kepala divisi/bidang/seksi/urusan Badan Amil Zakat menyampaikan laporan kepada ketua Badan Amil Zakat melalui sekretaris, dan sekretaris menampung laporan-laporan tersebut serta menyusun laporan berkala Badan Amil Zakat.
Pasal 19
Setiap laporan yang diterima oleh pimpinan Badan Amil Zakat wajib diolah dan digunakan sebagai bahan untuk penyusunan laporan lebih lanjut dan untuk memberikan arahan kepada bawahan.
Pasal 20
Dalam melaksanakan tugasnya setiap pimpinan satuan organisasi Badan Amil Zakat dibantu oleh kepala satuan organisasi di bawahnya dan dalam rangka pemberian bimbingan kepada bawahan masing-masing wajib mengadakan rapat berkala.
BAB III
PENGUKUHAN LEMBAGA AMIL ZAKAT
Pasal 21
1. Pengukuhan Lembaga Amil Zakat dilakukan oleh Pemerintah.
2. Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. di Pusat oleh Menteri Agama.
b. di Daerah Propinsi oleh Gubernur atas usul Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi.
Pasal 22
Pengukuhan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 dilakukan atas permohonan Lembaga Amil Zakat setelah memenuhi kriteria dan persyaratan sebagai berikut:
a. Permohonan untuk dikukuhkan sebagai Lembaga Amil Zakat dapat diajukan oleh masyarakat dengan kriteria sebagai organisasi Islam dan atau Lembaga Dakwah yang bergerak di bidang dakwah, pendidikan, sosial dan kemaslahatan umat Islam.
b. Persyaratan untuk dapat dikukuhkan sebagai Lembaga Amil Zakat tingkat Pusat adalah :
1. berbadan hukum;
2. memiliki data muzakki dan mustahiq;
3. telah beroperasi minimal selama 2 tahun;
4. memiliki laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik selama 2 tahun terakhir
5. memiliki wilayah operasi secara nasional minimal 10 provinsi;
6. mendapat rekomendasi dari Forum Zakat (FOZ);
7. telah mampu mengumpulkan dana Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dalam satu tahun;
8. melampirkan
9. dalam melaksanakan kegiatan bersedia berkoordinasi dengan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Departemen Agama;
c. Persyaratan untuk dapat dikukuhkan sebagai Lembaga Amil Zakat tingkat Propinsi adalah :
1. berbadan hukum;
2. memiliki data muzakki dan mustahiq;
3. telah beroperasi minimal selama 2 tahun;
4. memiliki laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik selama 2 tahun terakhir
5. memiliki wilayah operasional minimal 40% dari jumlah Kabupaten/Kota di Propinsi tempat lembaga berada;
6. mendapat rekomendasi dari Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi setempat;
7. telah mampu mengumpulkan dana Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dalam satu tahun;
8. melampirkan surat pernyataan bersedia disurvei oleh Tim yang dibentuk oleh Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi dan diaudit oleh akuntan publik;
9. dalam melaksanakan kegiatan bersedia berkoordinasi dengan Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) dan Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi wilayah operasional.
Pasal 23
Pengukuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dilaksanakan setelah terlebih dahulu dilakukan penelitian persyaratan.
Pasal 24
Pengukuhan tidak disetujui dan atau dibatalkan dan dicabut, apabila :
a. Pengajuan permohonan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 dan pasal 23.
b. Tidak memenuhi kelayakan sebagai Lembaga Amil Zakat.
BAB IV
LINGKUP KEWENANGAN PENGUMPULAN ZAKAT
Pasal 25
Lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh Badan Amil Zakat sesuai tingkatan, sebagai berikut:
a. Badan Amil Zakat Nasional mengumpulkan zakat dari muzakki pada instansi/lembaga pemerintah tingkat pusat, swasta nasional dan luar negeri;
b. Badan Amil Zakat Daerah Propinsi mengumpulkan zakat dari muzakki pada instansi/lembaga pemerintah dan swasta, perusahaan-perusahaan dan dinas Daerah Provinsi.
c. Badan Amil Zakat Daerah Kabupaten/Kota mengumpulkan zakat dari muzakki pada instansi/lembaga pemerintah dan swasta, perusahaan-perusahaan dan dinas Daerah Kabupaten/Kota.
d. Badan Amil Zakat Daerah Kecamatan mengumpulkan zakat dari muzakki pada instansi/lembaga pemerintah dan swasta, perusahaan-perusahaan kecil dan pedagang serta pengusaha di pasar.
Pasal 26
Pembayaran zakat dapat dilakukan kepada Unit Pengumpul Zakat pada Badan Amil Zakat Nasional, Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota dan Kecamatan secara langsung atau melalui rekening pada bank.
Pasal 27
Lingkup kewenangan pengumpulan zakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 termasuk zakat fitrah dan harta selain zakat seperti: infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris dan kafarat.
BAB V
PERSYARATAN PROSEDUR PENDAYAGUNAAN HASIL
PENGUMPULAN ZAKAT
Pasal 28
1. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk mustahiq dilakukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut:
a. hasil pendataan dan penelitian kebenaran mustahiq delapan ashnaf yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, sabilillah, dan ibnussabil;
b. mendahulukan orang-orang yang paling tidak berdaya memenuhi kebutuhan dasar secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan;
c. mendahulukan mustahiq dalam wilayahnya masing-masing.
2. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha yang produktif dilakukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut:
a. apabila pendayagunaan zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sudah terpenuhi dan ternyata masih terdapat kelebihan;
b. terdapat usaha-usaha nyata yang berpeluang menguntungkan;
c. mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Pertimbangan.
Pasal 29
Prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha produktif ditetapkan sebagai berikut:
a. melakukan studi kelayakan;
b. menetapkan jenis usaha produktif;
c. melakukan bimbingan dan penyuluhan;
d. melakukan pemantauan, pengendalian dan pengawasan;
e. mengadakan evaluasi; dan
f. membuat pelaporan.
Pasal 30
Hasil penerimaan infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris dan kafarat didayagunakan terutama untuk usaha produktif setelah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 29.
BAB VI
PELAPORAN
Pasal 31
Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) memberikan laporan tahunan pelaksanaan tugasnya kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 32
1. Hal-hal yang belum diatur dalam Keputusan ini akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaran Haji Departemen Agama.
2. Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 Juli 2003
MENTERI AGAMA RI
ttd.
PROF. DR. H. SAID AGIL HUSIN AL MUNAWAR, MA
Tembusan Yth.
1.
2. Badan Pemeriksa Keuangan;
3. Para Menteri Kabinet Gotong Royong;
4. Sekjen DPR RI;
5. Sekjen/Irjen/Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji/Dirjen Kelembagaan Agama Islam/Kepala Balitbang Agama dan Diklat Keagamaan/Staf Ahli Menteri Agama;
6. Para Gubernur Provinsi seluruh Indonesia;
7. Rektor Institut Agama Islam Negeri/Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri, seluruh Indonesia;
8. Para Karo/Sekretaris/Direktur/Inspektur/Kepala Puslit di Lingkungan Departeman Agama
9. Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi seluruh
10. Bupati/Walikota Kabupaten/Kota seluruh Indonesia;
No comments:
Post a Comment