Friday, December 18, 2009

Depag: LAZ tidak Dibubarkan (Berita)

By Republika Newsroom http://republika.co.id/berita/95860/Depag_LAZ_tidak_Dibubarkan
Senin, 14 Desember 2009 pukul 16:09:00

JAKARTA--Revisi Undang-undang no. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat kini sudah ada di Departemen Hukum dan HAM (Dephukham). Bahkan sudah masuk dalam proglegnas 2010 urutan ketujuh. Namun, masih terus menjadi kontroversi mengenai isi revisi UU tersebut.

Dalam salah satu poin revisinya, Departemen Agama (Depag) mengusulkan agar zakat dikelola oleh Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah dan ini tentu saja akan menjadi ancaman bagi sejumlah Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang ada saat ini di Indonesia. Saat ini tercatat ada Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), 18 LAZ Nasional, 33 BAZ provinsi, 429 BAZ Kabupaten/Kota, LAZ daerah dan 4.771 BAZ Kecamatan.

Direktur Pemberdayaan Zakat, Depag, Prof Nasrun Harun, mengatakan, dalam Revisi UU No.38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat menegaskan pemerintah tidak akan membubarkan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang ada saat. Nantinya LAZ tersebut hanya akan berubah fungsi menjadi Unit Pengumpul Zakat (UPZ).

"Siapa yang membubarkan LAZ, tidak ada yang mau membubarkan LAZ. Dalam reisi UU tidak ada kata-kata hapuskan LAZ," ujar Prof Nasrun saat Seminar Interaktif bertema Haruskah LAZ Dibubarkan di Auditorium Gedung S, Kampus A, Universitas Trisakti, Jakarta, Senin (14/12).

LAZ, imbuh Nasrun, bukan dihapuskan. Namun hanya berubah fungsi menjadi UPZ. Mereka tak lagi boleh menyalurkan zakat. Mereka hanya bertugas mengumpulkan zakat. "Badan Amil Zakat (BAZ) lah yang boleh menyalurkan zakat," katanya.

Nasrun berharap revisi UU tersebut bisa disetujui oleh DPR. Dengan disetujuinya hal tersebut, menurut Nasrun akan mampu mengurangi angka kemiskinan yang ada saat ini berjumlah 37 juta jiwa. "Kenyataannya saat ini makin hari makin banyak orang miskin. Itu salah kita yang tidak berbuat banyak untuk mereka. Untuk itu perlu adanya revisi UU tersebut," katanya.

Jika UU tersebut jadi direvisi, maka akan ada beberapa hal pokok lainnya yang akan berubah. Salah satunya untuk menggali potensi zakat yang ada di negara kita ini.

Potensi zakat di negara kita ini menurut penelitian dari UIN Syarif Hidayatullah (UIN) tahun 2004 adalah sebesar Rp 19,3 triliun. Namun, laporan yang diterima oleh Depag hanya sekitar Rp 900 miliar. "Padahal kita punya Baznas, Baz Kabupaten Kota, sudah ada pula UU, dan keputusan menteri agamnya. Tapi potensi sangat sangat kecil diperoleh. Dimana letak kesalahannya?," katanya.

Menurut Nasrun, kesalahannya terletak pada UU No.38 tahun 1999 yang lahirnya prematur. Prematurnya uu tersebut, misalnya ada pasal yang mengatakan masyarakat boleh dan tidak berzakat. Ini akibat kurangnya PP yang menguatkan undang-undang tersebut. "Kelemahan paling besar yang tadinya wajib dalam hukum Islam, dalam UU boleh atau tidak. Kewajiban tidak ada," katanya.

Sementara itu, Direktur Pusat Kajian Agama dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah, Amelia Fauzia, mengatakan LAZ memang tidak dibubarkan tapi dilebur jadi UPZ. "LAZ dan BAZ tidak bisa dilebur jadi satu. Mereka beda visi dan idiologi seperti halnya Dompet Dhuafa dengan BAZNAS. Sudah duji coba kalau untuk meleburkan harus punya basis sama," katanya.

Amelia mengatakan, sekarang ini kinerja LAZ justru lebih baik dari BAZ. "Jika dilebur sama saja dihilangkan. Ini merupakan kemunduran luar biasa dimasyarakat di Indonesia. Jika menghilangkan LAZ berarti menghancurkan civil society," ujarnya.

Amelia menambahkan, LAZ ini sudah lama dan ajdi gerakan civil society di Indonesia. BAZ dan LAZ yang ada merupakan aset yang sangat penting, kalau yang ditargetkan untuk efisiensi maka regulasi dan efisiensi itu openting. "Niat baik pemerintah itu bisa lebih realistis melihat perkembangan zakat," katanya.

Jika RUU diarahkan untuk mobilisasi zakat. Problmetika bukan pada LAZ, mungkin muzakki ada yang langsung memberikan kepada mustahik. "Harus ada edukasi kepada masyarakat, berikan zakat kepada lembaga yang sudah terkareditas pemerintah, saya kira tanpa maksa-maksa masyarakat juga akan bayar zakat," katanya.

Hal senada dituturkan oleh Direktur Islamic Economics and Finance (IEF), Universitas Trisakti, Prof Sofyan Syafii Harahap mengatakan pemerintah harusnya keluar dari masalah-masalah yang diurus oleh masyarakat. Walaupun Depag tidak ikut mengurus zakat, tapi mereka kan membuat baznas. "Depag mengatakan LAZ tidak dibubarkan, tapi LAZ tidak dibenarkan untuk mendistribusikan, nah itu namanya mengamputasi LAZ," katanya.

Rekomendasi saya, kata Prof Sofyan, pemrintah tetap dibutuhkan tapi pemerintah harus mengukur dirinya sendiri, pemerintah cukup regulator dan pengawas. Jadi tidak perlu melakukan eksekusi. "Misalnya LAZ yang sudah berhasil, disitulah fungsi pemerintah untuk melakukan pengawasan terhadap LAZ. Sejauh mana regulasi dilaksankan oleh LAZ. BAZNAS bisa kerjasama dnegan LAZ dengan simbiotik mutualisme bukan saling memakan.

"Rakyat sebagai motor penggerak dari lembaga-lembaga ini. Jika rakyat tidak punya trust maka lembaga tersebut tidak bisa stay. Nah inilah yang harus diterapkan," katanya.

Rekomendasi berikutnya, kata Sofyan, peran pemerintah sudah mampu dan berhasil, BAZNAS harus jadi regulator, pengawas umum dan syariah, koordinasi, forum diskuki, fasilitator, jembatan negara, untuk jembatani civil sicoety dan state. "Jangan jadi alat komersalisasi. Berhentilah pemerintah untuk sok tahu mengurus civil society," ujarnya.

Intelektual Islam, Azyumardi Azra, juga menetang jika LAZ-LAZ dibubarkan. Menurutnya jika lembaga tersebut dibubarkan, maka orang yang terkena gempa dan musibah sudah meninggal duluan. "Mengurus haji dan madarasah saja tidak beres, pemerintah tidak reaktif dalam musibah, maka yang kena musibah akan meninggal duluan. Kalau ada upaya tersebut harusnya ditolak.she

Presiden Direktur Dompet Dhuafa Republika, Ismail A. Said mengaku tidak menyetujui usulan dari Depag yang akan merubah fungsi LAZ menjadi UPZ. Walaupun pemerintah belum tentu setuju dengan usulan depag, tapi dirinya berharap agar LAZ, tidak ditutup. "Biarkan saja. LAZ dan BAZ tetap menjalankan. Baznas yang mengawasi," katanya.

Menurutnya, zakat yang masuk dalam dompet dhuafa Republika setiap tahun mencapai Rp 100 miliar. Ini karena kepercayaan masayarakat terhadap distribusi yang dilakukan oleh dompet dhuafa Republika. she/kpo

No comments: