Selasa, 15 Desember 2009 pukul 07:35:00
Oleh: Desy SusilawatiTak mengizinkan LAZ mendistribusikan zakat, sama saja mengamputasi LAZ.
JAKARTA -- Departemen Agama (Depag) membantah akan adanya sentralisasi pengelolaan zakat dan menghapuskan lembaga amil zakat (LAZ). Direktur Pemberdayaan Zakat Depag, Nasrun Harun, mengatakan tak ada usulan seperti itu dalam revisi Undang-Undang No 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
Menurut Nasrun, zakat solusi bagi kemiskinan dan pemerintah sama sekali tak berniat melakukan sentralisasi pengelolaan zakat dan menghapuskan LAZ. ''Tak ada kata-kata itu dalam revisi,'' katanya dalam seminar Haruskah LAZ Dibubarkan?, di kampus Universitas Trisakti, Jakarta, Senin (14/12).
Namun, Nasrun menyatakan nantinya LAZ hanya akan berubah fungsi menjadi Unit Pengumpul Zakat (UPZ). Mereka tak lagi boleh menyalurkan zakat dan badan amil zakat (BAZ) yang boleh menyalurkan zakat. Ia berharap revisi ini bisa disetujui oleh DPR sehingga nantinya mampu mengurangi angka kemiskinan yang saat ini jumlahnya 37 juta jiwa.
Direktur Islamic Economics and Finance (IEF), Universitas Trisakti, Sofyan Syafii Harahap, mengatakan, pemerintah harusnya keluar dari masalah yang diurus masyarakat. Walaupun Depag tak ikut mengurus zakat, mereka akan membuat Baznas. Diyakini, dengan adanya badan ini, fungsi LAZ akan berkurang.
''Depag mengatakan LAZ tidak dibubarkan, tapi tidak dibenarkan untuk mendistribusikan, ini namanya mengamputasi LAZ,'' kata Sofyan. Ia menambahkan, pemerintah tetap dibutuhkan, namun harus mengukur dirinya sendiri. Pemerintah cukup sebagai regulator dan pengawas. Dengan demikian, pemerintah tak perlu melakukan eksekusi.
Sofyan mencontohkan, jika ada LAZ yang sudah berhasil, disitulah fungsi pemerintah untuk melakukan pengawasan dan mengamati sejauhmana regulasi dilaksanakan LAZ. Dalam konteks ini, Baznas bisa melakukan kerja sama dengan LAZ secara simbiotis mutualisme bukannya saling memakan.
Direktur Pusat Kajian Agama dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah, Amelia Fauzia, mengatakan, LAZ memang tak dibubarkan, tapi dilebur menjadi UPZ. Saat ini, jelas dia, kinerja LAZ justru lebih baik dibandingkan BAZ. ''Jika dilebur, sama saja dihilangkan. Ini merupakan kemunduran luar biasa bagi masyarakat Indonesia,'' katanya.
Menurut Amelia, LAZ ini sudah lama ada dan menjadi gerakan masyarakat madani. BAZ dan LAZ merupakan aset yang sangat penting. Ia mengatakan, jika revisi diarahkan untuk memobilisasi zakat, problematikanya bukan pada LAZ. Dalam hal ini, mestinya ada edukasi kepada masyarakat untuk membayar zakat pada lembaga pengelola zakat yang ada.
Amelia menambahkan, upaya sentralisasi zakat tak bisa dilakukan di Indonesia. Ia mencontohkan gagalnya sentralisasi zakat pada masa Orde Baru. Masyarakat, kata dia, tak siap dengan adanya sentralisasi. ''Masyarakat akan mempertanyakan lembaga apa yang nantinya bisa menyalurkan zakat,'' ujarnya.
Sementara itu, Presiden Direktur Dompet Dhuafa Republika (DDR), Ismail A Said, menyatakan, tak setuju dengan usulan Depag yang akan mengubah fungsi LAZ menjadi UPZ. Meski usulan Depag belum tentu disetujui, ia berharap LAZ tidak ditutup. ''Biarkan saja, LAZ dan BAZ tetap menjalankan. Baznas yang mengawasi,'' kata Ismail.
Ismail mengungkapkan, zakat yang masuk ke DDR setiap tahunnya mencapai Rp 100 miliar. Menurut dia, ini bisa terwujud karena adanya kepercayaan masyarakat terhadap distribusi yang dilakukan oleh DDR atas zakat yang terkumpul itu. Oleh karena itu, ia tak bisa menerima jika LAZ hanya menjadi UPZ.
Hal senada ditegaskan pula Wakil Direktur Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah, Yusuf Wibisono. Ia mengatakan, kinerja zakat justru meningkat jika dikelola oleh masyarakat. Organisasi nirlaba yang transparan dan akuntabel lebih disukai dan menumbuhkan kepercayaan muzakki. ''Di sini, kepercayaan menjadi kata kuncinya,'' katanya. ed:ferry
No comments:
Post a Comment